BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 merupakan kurikulum yang menekankan
pembelajaran yang berbasis pada karakteristik sekolah tertentu. Tuntutan
kurikulum diharapkan peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang
dapat membangun identitas budaya bangsa. Dalam kurikulum 2006 ada dua keterampilan fundamental, yakni keterampilan
yang bersifat reseptif dan
keterampilan yang bersifat produktif. Kedua keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan satu kesatuan yang utuh, sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam setiap standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia, baik
itu standar kompetensi maupun
dalam kompetensi dasar.
1
|
Siswa
yang memiliki keterampilan
membaca pemahaman yang baik, akan memperoleh pemahaman tentang
suatu yang terdapat dalam bahan tercetak sehingga pengetahuan
dan wawasan siswa menjadi lebih luas. Selain itu, melalui membaca pemahaman
yang baik tersebut,
daya nalar siswa dapat ditingkatkan. Hal itu disebabkan selama kegiatan membaca
berlansung proses kognitif bekerja untuk memahami gagasan yang tertuang di
balik simbol-simbol bahasa. Pentingnya membaca pemahaman bagi siswa tidak bisa
dipungkiri. Membaca pemahaman diperlukan oleh siswa dalam
pembelajaran. Meskipun daya serap saat membaca bukan satu-satunya faktor
penentu keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran, sumbangan membaca
pemahaman dalam rangka menunjang keberhasilan siswa tidak dapat diabaikan.
Siswa
yang memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik akan lebih mudah mengikuti proses pembelajaran. Siswa dapat melibatkan diri
selama proses pembelajaran. Contohnya dalam berdiskusi kelompok siswa terlihat
lebih aktif. Dengan demikian, pemahaman siswa yang terlibat secara aktif akan
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif. Hal itu menunjukkan
bahwa membaca pemahaman merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Dengan kata lain, membaca pemahaman
merupakan salah satu yang penting dalam dunia pendidikan.
Pengetahuan kosakata bahasa Indonesia dan
kemampuan membaca pemahaman memberi pengaruh terhadap setiap tes yang diujikan
oleh guru. Siswa tersebut tidak akan mampu menjawab dengan baik. Akhirnya
hasil belajar siswa rendah, tidak mencapai acuan keberhasilan siswa yaitu nilai. Nilai yang
diperoleh haruslah di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan
oleh masing-masing sekolah.
Berdasarkan
pengalaman peneliti di SMA Swasta Karya Bakhti, terlihat nilai bahasa Indonesia yang diperoleh
siswa kelas XI SMA Swasta Karya Bakhti Bukittinggi yang memperoleh nilai 5,65.
Sementara KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan 7,5. Hal ini
menunjukkan nilai yang diperoleh siswa di bawah rata-rata KKM.
Rendahnya hasil belajar bahasa Indonesia
siswa disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama adalah siswa tidak dapat
memahami teks-teks yang terdiri dari beberapa paragraf dengan baik sehingga
tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bacaaan pada
saat menghadapi ujian. Faktor lain yang menyebabkan siswa mendapatkan nilai
rendah adalah siswa kurang menguasai kosakata. Kosakata siswa sangat minim sehingga
siswa kurang menangkap makna paragraf.
Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam
satu kelas juga merupakan faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Jumlah
siswa satu kelas rata-rata berjumlah 35 sampai 43 orang. Sehingga siswa tidak
mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya karena kelas
berjalan secara klasikal. Idealnya jumlah siswa perkelas tidak lebih dari 30
orang.
Berkaitan dengan membaca pemahaman pada
mata pelajaran bahasa Indonesia terutama untuk memahami paragraf, umumnya siswa
kurang memiliki strategi dalam membaca. Hal ini dikarenakan siswa kurang
diberikan latihan yang cukup dan terencana untuk memiliki strategi yang baik
dalam membaca. Sehingga siswa kesulitan menyelesaikan soal-soal yang
berhubungan dengan membaca seperti menentukan topik, menemukan ide pokok dan
informasi tertentu dari bacaan, siswa melakukannya dengan lamban dan merasa
kebingungan. Bila dilihat dari soal-soal yang ada pada ujian semester, sekitar
40% soal pertanyaan berhubungan dengan membaca teks-teks pendek yang terdiri
dari bebrapa paragraf, 30% berhubungan dengan penguasaan kosakata dan sisanya
berhubungan dengan aspek kebahasaan lainnya seperti percakapan. Karena itu
siswa harus memiliki strategi membaca yang baik dan menguasai kosakata yang dituntut
kurikulum untuk dapat memahami alinea atau teks pada ujian.
Permasalahan lainnya adalah siswa
membaca hanya karena mereka harus membaca bukan karena mereka senang membaca.
Hal ini menyebabkan siswa kesulitan dalam menyerap informasi dari materi yang
disuguhkan. Beberapa peneliti mengidentifikasi bahwa masalah yang dihadapi oleh
pembaca dengan pemahaman yang rendah berkaitan dengan materi dan minat baca
pembaca. Kurangnya dorongan dari keluarga dan tidak tersedianya buku-buku yang
menarik minat mereka juga merupakan kendala yang cukup berarti.
Penelitian terhadap penguasaan kosakata
dan membaca pemahaman untuk siswa Sekolah Menegah Atas beserta aspek-aspek yang
berhubungan dengan membaca pemahaman sangat penting dilakukan mengingat dengan
membaca siswa akan mampu menggali informasi apa yang terkandung pada bahan
bacaan yang dibaca siswa. Hal ini akan membantu untuk mencapai hasil yang lebih
baik dalam proses belajar mengajar.
Hasil penelitian IEA (1992) dan PISA (2003) menjelaskan
kemampuan membaca dan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kegiatan membaca
masih rendah. Isu tentang rendahnya kemampuan membaca masyarakat Indonesia
telah berkembang sejak lama. Hal tersebut, memang bukan hanya isu, tapi
didukung oleh bukti-bukti hasil penelitian lembaga lembaga internasional yang
bergerak dalam kajian membaca. Laporan World
Bank dalam Education in Indonesia:
From Crisis to Recovery (1988) yang mengutip hasil penelitian Vincent Greanary
menyatakan bahwa kemampuan membaca ( reading
ability) anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling bawah bila
dibandingkan dengan anak-anak Asia pada umumnya. Dalam hal ini kemampuan
membaca anak-anak Indonesia berada di bawah anak-anak Filipina, Thailand,
Singapura, dan Hong Kong. Menurut penelitian lembaga IEA terhadap daya baca di
41 negara, Indonesia berada di peringkat ke-39.
Menurut laporan
Bank Dunia, No 16369-IND dan Studi IEA di Asia Timur, skor tingkat membaca
anak-anak Indonesia yaitu 51,7 berada di bawah Filipina (52,6); Thailand (65,1)
dan Singapura (74,0). Menurut data terbaru dari Depdiknas, tingkat melek huruf
pada orang dewasa (di atas 15 tahun) di Indonesia sekitar 15,5 juta atau 9,20 persen.
Hasil penelitian terakhir yang dilaksanakan PISA (2003), dari 40 negara,
Indonesia berada pada peringkat terbawah dalam kemampuan membaca. Tiga besar
teratas diduduki Finlandia, Korea, dan Kanada.
Berdasarkan
hal di atas
penelitian ini akan mengungkap sejauh mana “Kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi”. Sepengetahuan
penulis, sampai saat ini di SMA swasta
Bukittinggi belum pernah dilakukan penelitian secara ilmiah tentang
hubungan kemampuan penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar.
Beberapa alasan mengapa masalah
di atas dipilih dalam penelitian ini. Pertama,
hasil belajar bahasa Indonesia siswa harus ditingkatkan, karena mata pelajaran
bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib yang diujian nasionalkan. Kedua, merupakan sasaran untuk
mengetahui seberapa besar pengetahuan kosakata bahasa Indonesia
yang dimiliki siswa. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan tes terhadap
siswa. Dari hasil tes tersebut dapat menunjukkan besarnya pengetahuan kosakata
siswa. Ketiga, sasaran untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan membaca pemahaman siswa. Hal ini juga
dilakukan dengan cara memberikan tes terhadap siswa. Dari hasil tes tersebut
dapat dilihat besarnya kemampuan membaca pemahaman siswa. Keempat, penulis mengambil SMA swasta
Bukittinggi sebagai tempat
penelitian, karena SMA swasta Bukittinggi dengan lokasi
tempat tinggal penulis
terjangkau, sehingga memudahkan penulis dalam
mengumpulkan data penelitia
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang turut mempengaruhi hasil belajar
siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia. Masalah tersebut muncul dari
berbagai faktor, misalnya faktor yang berasal dari guru, metode, minat,
lingkungan, sarana/prasarana, media, intelegensia. Penguasaan makna kosakata
dan kemampuan membaca pemahaman.
Hasil belajar yang diharapkan berupa
informasi verbal dan keterampilan intelektual. Penguasaan makna kosakata dan
kemampuan membaca pemahaman merupakan dual hal yang sangat mendukung terjadinya
hasil belajar yang maksimal. Sementara untuk faktor lain, penulis piker sudah
banyak peneliti lain yang melakukan penelitian.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang begitu luas, perlu
dibatasi masalah penelitian agar lebih terarah dan fokus dalam mencapai tujuan
penelitian. Penelitian ini berupaya mengetahui dan mendeskripsikan tentang
kontribusi penguasaan makna kosakata dan membaca pemahaman terhadap hasil
belajar bahasa Indonesia. Proses pendieskripsikan kontribusi penguasaan makna
kosakata dan membaca pemahaman terhadap hasil belajar bahasa Indonesia
ditujukan kepada siswa kelas XI SMA
swasta kota Bukittinggi
Hasil
belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang diperoleh
siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia setelah melalui proses belajar yang diwujudkan dengan
nilai atau angka. Nilai yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa kelas XI SMA swasta kota Bukittinggi
pada ujian tengah semester I tahun pelajaran 2013/ 2014.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka
peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat kontribusi penguasaan
kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota
Bukittinggi?
2.
Apakah terdapat kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi?
3.
Apakah terdapat kontribusi penguasaan
kosakata dan
kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota
Bukittinggi
E. Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tiga tujuan, yaitu untuk mengungkapkan:
1.
Kontribusi
penguasaan kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi
2.
Kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi
3.
Kontribusi penguasaan
kosakata dan kemampuan
membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.
Siswa sebagai umpan balik
tentang pelaksanaan belajar mereka. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
mendorong siswa untuk lebih menyadari bahwa penguasaan kosakata dan kemampuan
pemahaman wacana merupakan kunci sukses dalam belajar.
2.
Sebagai bahan masukan bagi
guru bahwa penguasaan koasakata dan pemahaman wacana merupakan faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru dapat meningkatkan kosakata dan pemahaman
wacana siswanya supaya hasil belajarnya meningkat.
3.
Bagi peneliti
merupakan kegiatan ilmiah yang berguna untuk penerapan ilmu pegetahuan yang
diperoleh, baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini akan menambah
wawasan dan pengetahuan peneliti terhadap besarnya kontribusi
penguasaan kosakata dan pemahaman wacana terhadap hasil belajar
siswa, dan dapat dijadikan dasar untuk melanjutkan kajian yang lebih spesifik.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
Sehubungan dengan masalah yang telah diajukan di atas, untuk
selanjutnya diperlukan teori yang dapat menerangkan dan mendukung masalah
penelitian yang telah dirumuskan. Dalam kerangka teori ini dikemukakan beberapa
teori yang relevan dengan variabel yang diteliti, gunanya sebagai langkah dan
petunjuk dalam penyusunan dan pelaksanaan penelitian. Landasan teori
yang dimaksud diperinci sebagai berikut:
1.
Hasil Belajar
Aktivitas
belajar akan mendatangkan hasil belajar. Sudjana (2009:22) proses adalah
kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan
hasil belajar adalah penilaian
kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima
pengalaman belajarnya. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk
mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar sisswa.
11
|
Belajar
adalah proses berubah dari serangkaian kegiatan. Perubahan tersebut disebabkan
oleh berbagai faktor. Slamento (1995:2) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu
usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru.
Perubahan ini terjadi karena bertambahnya pengalaman hidup, seperti
bertambahnya pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep, kecakapan, dan
sebagainya. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman, akan
membentuk cara berfikir sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Susilo
(2006:156) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang
melibatkan terjadinya perubahan pada diri sesorang yang belajar, seperti
perubahan dalam berfikir arah hidup maupun sikap. Perubahan ini terjadi karena
adanya pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki seseorang mendorong seseorang untuk berfikir,
menentukan arah hidup dan bersikap sesuai dengan yang diinginkan.
Margon
dalam Djaali (2009:115) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan
tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan
pengalaman. Menurut Syah (2009:68) belajar adalah tahap perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kognitif. Hasil pengalaman yang
diperoleh melalui interaksi terhadap lingkungan memberikan efek terhadap
tingkah laku seseorang. Kegiatan belajar ini erat hubungannya dengan kognitif
atau pengetahuan yang dimiliki. Seseorang yang mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dapat membentuk sikap yang tepat. Artinya, seseorang yang memeliki
pengetahuan dan pengalaman dapat bersikap atau bertindak sesuai dengan harapan
dan ketentuan.
Sardiman
(2009:21) menjelaskan bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga,
psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia, yang berarti menyangkut
unsure cipta, rasa dan karsa, ranah, kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kegiatan belajar ini dilakukan secara sadar. Kegiatan ini melibatkan jiwa raga
yang dapat membentuk seseorang kearah yang lebih kreatif, baik secara berfikir,
bertindak, bersikap, dan sebagainya.
Bigg dalam
Syah (2009:67) merumuskan ada tiga konsep penting tentang belajar, yaitu konsep
belajar berdasarkan rumusan kuantitatif, konsep belajar berdasarkan rumusan
institusional, dan konsep belajar berdasarkan rumusan kualitas. Secara
kuantitatif belajar adalah kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Belajar dalam konsep ini dipandang
dari sudut beberapa banyak materi dan pengetahuan yang dapat dikuasai oleh
seseorang.
Secara
institusional belajar dipandang sebagai validasi terhadap penguasaan seseorang
atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan
bahwa seseorang telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses
pembelajaran. Ukurannya adalah semakin baik proses pembelajaran yang dilakukan,
maka semakin baik pula mutu belajar seseorang. Kemudian, hasilnya dinyatakan
dalam bentuk nilai atau angka dari proses evaluasi dan pengamatan.
Sanjaya
(2008:274) menjelaskan bahwa nilai berhubungan dengan pandangan seseorang
tentang baik dan buruk, atau tinggi dan rendah, setuju dan tidak setuju, tepat
dan tidak tepat, dan sebagainya terhadap suatu hal. Seseorang dapat diberikan
nilai atau angka apabila sesuai dengan pandangan dan ketentuan penilaian.
Artinya seseorang yang ingin memberikan nilaiharus memiliki pengalaman dan
mengerti terhadap ketentuan dalam penilaian. Belajara secara institusional ini
tergambar dari proses evaluasi dan pengamatan dalam pembelajaran.
Secara
kualitatif, belajar adalah proses pemerolehan arti-arti dan pemahaman-pemahaman
serta menafsirkan dunia di sekeliling seseorang (siswa). Belajar dalam
pengertian ini, difokuskan pada tercapainya daya piker dan tindakan yang
berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan yang akan dihadapi sesuai
dengan pemahaman dan penafsiran seseorang terhadap masalah tersebut.
Berdasarkan konsep-konsep tersebut, belajar dapat dimaknai sebagai usaha
melakukan perubahan pada diri seseorang (siswa) yang tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, wawasan, materi tetapi juga berupa
penambahan dan pembentukan kecakapan, keterampilan, pemehaman, penafsiran, dan
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Purwanto
(2008:59) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah serangkaian aktivitas individu
baik berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat ditandai dengan
diperolehnya nilai melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, hasil belajar
erat sekali hubungannya dengan aspek kognitif, afektif. Hal ini dapat dapat
dinyatakan bahwa hasil belajar bahasa Indonesia adalah suatu nilai kognitif,
afektif maupun psikomotor yang diperoleh dari serangkaian aktivitas yang
berhubungan dengan pengalaman belajar bahasa Indonesia berdasar evaluasi dan
pengamatan yang telah dilakukan.
2.
Penguasaan Kosakata
Keraf (2007:13)
menyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa yaitu: terampil
menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Kuantitas
keterampilan berbahasa seseorang sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas
kosakata yang dimilikinya. Semakin tinggi kualitas dan kuantitas kosakata yang
dimiliki, semakin besar pula kemungkinan siswa terampil berbahasa. Kualitas
kosakata adalah nilai penempatan kata dalam sebuah kalimat, sedangkan kuantitas
adalah jumlah kosakata yang dikuasai seseorang.
Kosakata
menurut Keraf (2007:13) sama dengan leksikon. Leksikon adalah komponen bahasa yang
memuat makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Kata dalam bahasa merupakan
kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara dan penulis. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2000:597) kosakata diartikan sebagai perbendaharaan
kata. Sehubungan dengan itu, Soedjito (1990:123) mengatakan kosakata
adalah: (1) semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa,(2) kekayaan kata yang
dimiliki oleh seseorang pembicara atau penulis, dan (3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu
pengetahuan, dan (4) daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan singkat dan praktis.
Shinmura
dalam Sudjianto (2004:97) kosakata dapat dikatakan sebagai keseluruhan kata
berkenaan dengan suatu bahasa atau bidang tertentu atau yang ada di dalamnya.
Kosakata merupakan bagian dari suatu bahasa yang mendasari pemahaman dari
bahasa tersebut. Dengan demikian, kosakata merupakan suatu bagian dari suatu
bahasa yang mengandung suatu makna tertentu dan dipergunakan untuk membentuk
suatu kalimat.
Soedjito
dalam Karyani (2009:19) mengungkapkan bahwa kosakata dapat diartikan semua kata
yang terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang
pembicara/penulis, kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dan
daftar kata yang disusun seperti kamus yang disertai penjelasan secara singkat
dan praktis. Keraf (1995:68) perbendaharaan kata atau kosakata adalah daftar kata-kata
yang segera kita ketahui artinya bila mendengar kembali walaupun jarang atau
tidak pernah digunakan lagi dalam percakapan atau tulisan sendiri,
perbendaharaan kata atau kosakata adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh
suatu bahasa.
Penguasaan kosakata
tentu akan memudahkan seseorang dalam mengemukakan idenya, baik secara lisan
maupun secara tulisan dalam kehidupannya. Kosakata dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya apabila pemakai bahasa itu mengenal, mengetahui, dan memahami
arti kosakata tersebut. Apabila siswa mengalami kesulitan dalam mencari makna
dan penulisan suatu kata maka ia terlebih dahulu berusaha membuka kamus.
Penguasaan
kosakata diperoleh melalui pengalaman dan dipelajari di sekolah melalui membaca
dan mata pelajaran lainnya. Nurgiyantoro (2001: 213) menyatakan bahwa penguasaan kosakata adalah
kemampuan untuk mempergunakan kata-kata. Kemampuan untuk memahami
diwujudkan dalam kegiatan membaca dan
menyimak, sedangkan kemampuan mempergunakan diwujudkan dalam kegiatan menulis.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperkaya kosakata siswa, di antaranya
adalah: (1) memperkenalkan sinonim dan antonim kata atau frase, (2)
memperkenalkan imbuhan, (3) mengira dan mereka-reka makna kata dari konteks,
(4) menjelaskan arti sesuatu yang abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah,
(5) meningkatkan minat baca siswa, membaca dapat memperkaya kosakata siswa
(Usman, 1980:21).
Dale (dalam Tarigan, 1989:23) mengemukakan beberapa
teknik yang dapat dilakukan pengembangan kosakata siswa yaitu: (1) ujian sebagai pengajaran, (2) petunjuk konteks, (3)
sinonim, antonim, hiponim, (4) asal usul kata, (5) prefiks, (6) sufiks, (7)
akar kata, (8) ucapan dan ejaan, (9) sematik, (10) majas, (11) sastra dan
perkembangan kosakata, (12) penggunaan kamus, (13) permainan kata. Dalam upaya
meningkatkan kuantitas dan kualitas kosakata siswa, semua teknik tersebut dapat dipergunakan. Agar teknik tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan masalah yang akan
dinilai, perlu diseleksi terlebih dulu dan diharapkan dapat mencapai tujuan pengajaran kosakata yaitu untuk memperkaya
perbendaharaan kata siswa.
Melihat pemahaman
kosakata siswa membutuhkan penilaian. Supaya hasil penilaian tersebut betul-betul
menggambarkan apa yang akan dinilai diperlukan metode yang sesuai. Tarigan
(1989:36) metode
yang dapat dipergunakan dalam pengujian kosakata: (1) menuruh
siswa untuk memeriksa kata yang telah diketahui yang berada dalam urutan mudah
ke sukar, (2) menggunakan ujian penjodohan terhadap kata, akar kata, prefiks,
dan sufiks, (3) siswa disuruh mengklasifikasikan kata-kata di bawah topik
tertentu, (4) siswa disuruh menuliskan defenisi kata, (5) siswa diuji dengan
nama-nama negara, nama kota dan hasil utama dalam bentuk pilihan ganda, (6)
menyajikan kata-kata yang dianalisis siswa menjadi prefiks, akar kata, sufiks
dan kata-kata tertentu, (7) menyuruh siswa menentukan makna kata dari petunjuk
kata eksternal, (8) menyuruh siswa menentukan makna kata dari petunjuk konteks
internal, (9) menyuruh siswa menyempurnakan komparasi analogi, (10) menyuruh
siswa memperbaiki ejaan kata-kata yang digaris bawahi. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk menguji kosakata. Kita boleh memilih salah satu atau beberapa
cara tersebut sesuai dengan bagian yang akan diuji.
Nurgiyantoro (2001:196) mengemukakan bahwa kemampuan
untuk memahami kosakata merupakan penguasaan reseptif, sedangkan kemampuan mempergunakan
kosakata merupakan penguasaan produktif. Penguasaan reseptif
terlihat ketika anak mampu melakukan kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan
penguasaan produktif terlihat dalam kegiatan berbicara dan menulis.
Keraf (2007:10) yang
menyatakan bahwa, “Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada
kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya”. Keterampilan
mengungkapkan dan menerima ide dengan baik sangat berhubungan dengan kosakata.
Kata adalah media komunikasi, berpikir dengan kata, berbicara dengan kata,
mendengarkan kata dan menuliskan kata. Proses itu tidak dapat berlangsung
dengan baik tanpa adanya penguasaan yang baik terhadap kosakata. Oleh karena
itu, penguasaan kata dalam semua keterampilan berbahasa sangatlah penting.
Penguasaan kosakata dalam satu bahasa berhubungan dengan jumlah kata yang harus
dikuasai agar seseorang dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan
pemilihan kata serta pemakaiannya sesuai dengan konteks komunikasi.
Penguasaan
kosakata merupakan hal yang sangat penting dalam menggunakan bahasa sebagai
media komunikasi. Semakin banyak kosakata yang dimiliki maka semakin mudahlah
ia menjalin komunikasi dengan pihak lain. Hal itu terjadi karena katalah yang
menjadi hal utama dalam komunikasi.
Menurut
Tampubolon (Rahim, 2005:65) penguasaan kosakata diperlukan saat membaca agar
dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik dan efisien. Penguasaan kosakata
yang tinggi dan penggunaan yang tepat dalam berbahasa menjadikan informasi yang
disampaikan atau diterima tidak efektif dan bahkan dapat menimbulkan
interpretasi yang berbeda. Sementara bahasa itu sendiri sebagai sarana untuk
menyampaikan ungkapan, pikiran dan perasaan manusia. Dalam berbahasa
pilihan kata merupakan aspek yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak
tepat dapat menyebabkan ketidak efektifan bahasa yang digunakan.
Penguasaan
kosakata dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu: penguasaan kosakata yang
diperoleh dari hasil belajar dan penguasaan kosakata yang diperoleh dari
pengaruh lingkungan. Penguasaan kosakata dari hasil belajar merupakan proses
penguasaan yang diperoleh dari pengalaman belajar. Sementara penguasaan
kosakata dari pengaruh lingkungan berasal dari keluarga, pergaulan dan
lain-lain. Penguasaan kosakata tersebut tidak dapat dipisahkan secara tegas,
karena perkembangan kosakata yang dimiliki seseorang terus berkembang seumur
hidup.
Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa penguasaan kosakata sangat penting bagi
seseorang dalam menuangkan ide, gagasan dan pikirannya. Jadi penguasaan
kosakata di sini berarti kemampuan siswa dalam memahami kosakata
Bahasa Indonesia untuk dapat digunakannya dengan baik. Dari definisi diatas dapat ditentukan indikator yang mengukur penguasaan
kosakata tersebut. Dalam penelitian ini penguasaan kosakata ditentukan dengan
mempedomani pendapat Djiwandono (2008:127). Dengan demikian, indikator yang
digunakan untuk menentukan penguasaan kosakata tersebut, yaitu: 1) memilih kata yang sesuai dengan
makna/ konsep, 2) menentukan kata yang memiliki kesamaan makna/sinonim, dan 3)
menentukan kata yang mempunyai pertentangan makna/antonim. Ketiga faktor
penguasaan kosakata tersebut, seperti yang tertera dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Indikator Penguasaan Kosakata
No
|
Indikator
|
1
2
3
|
Memilih kata yang sesuai dengan makna/
konsep.
Menentukan kata yang memiliki kesamaan
makna/sinonim.
Menentukan kata yang mempunyai pertentangan
makna/antonim.
|
(Djiwandono, 2008:127)
3.
Kemampuan Membaca Pemahaman
Membaca
merupakan istilah yang mengandung pengertian yang berbeda-beda bagi setiap
orang. Ada yang mengira bahwa membaca adalah sekadar menyuarakan
lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah kalimat atau kata-kata yang
dilisankan itu dipahami atau tidak (Yant Mujiyanto, dkk,
2000:46). Membaca seperti ini tergolong jenis membaca permulaan seperti yang
pernah dilakukan di tingkat SD kelas 1 dan 2. Jika berpijak pada pandangan di
atas, tentulah banyak timbul anggapan yang keliru bahwa pembelajaran membaca
merupakan pelajaran termudah dikuasai tanpa banyak mengalami hambatan dan
kesulitan.
Secara cermat
membaca tidak hanya sekadar menyuarakan lambang-lambang saja, akan
tetapi lebih dari itu. Zuchdi (2007:19) mendefinisikan membaca sebagai
penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis. Hal ini berarti membaca bukan
hanya menyuarakan simbol-simbol tetapi juga mengambil makna atau berusaha
memahami simbol tersebut. Pada saat proses pemberian makna tersebut pembaca
tidak begitu saja menerima secara mentah-mentah atau sederhana apa yang
dibacanya namun pembaca berusaha untuk menafsirkan makna yang terkandung
didalamnya.
Rahim
(2007:2) menambahkan aktivitas membaca ini melibatkan banyak hal, tidak hanya
sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses
menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Selanjutnya
sebagai suatu proses berpikir, proses membaca mencakup aktivitas pengenalan
kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif.
Membaca sebagai proses psikolinguistik, pembaca secara simultan atau
terus-menerus menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri
pada saat proses membaca berlangsung. Membaca sebagai proses metakognitif,
ialah pembaca mencoba mengaitkan berbagai hal yang dimiliki untuk memahami
pesan yang disampaikan penulis.
Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil kesimpulan membaca adalah proses pemberian makna
pada bahasa tulis dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis
yang dimiliki dan juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik,
dan metakognitif untuk mendapatkan penafsiran.
Pemahaman
bacaan merupakan komponen penting dalam suatu aktivitas membaca, sebab pada
hakikatnya pemahaman atas bacaan dapat meningkatkan keterampilan atau
kepentingan membaca itu sendiri maupun untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah
ditentukan atau hendak dicapai. Hal ini dapat dimaklumi karena pemahaman
merupakan esensi dari kegiatan membaca. Dengan demikian, apabila seseorang
setelah melakukan aktivitas membaca dapat mengambil pesan dari bacaan, maka
proses tersebut dikatakan berhasil. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang
setelah melakukan kegiatan membaca tetapi belum dapat mengambil pesan yang
disampaikan oleh penulis, maka proses tersebut belum berhasil.
Slamet
(2003:78) mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses
merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca yang mana proses
merekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan terjadi proses-proses
pembentukkan dan pengujian hipotesis. Artinya pada saat membaca seseorang
melakukan proses penggalian pesan dari teks. Kemudian dengan berinteraksi
dengan makna yang terdapat di dalam teks tersebut, pembaca membuat dan menguji
hipotesis. Hasil dari pengujian hipotesis tersebut dapat dijadikan dasar untuk
menarik kesimpulan mengenai pesan yang disampaikan oleh penulis.
Devine dalam
Ngadiso (2003:1) memberikan definisi membaca pemahaman adalah proses
menggunakan informasi sintaks, semantik, dan retoris yang terdapat dalam teks
tertulis yang tersusun dalam pikiran pembaca dengan menggunakan pengetahuan
umum yang dimiliki, kemampuan kognitif, dan penalaran. Selanjutnya pembaca
merumuskan hipotesis sebagai perwujudan dari pesan yang tersurat dari teks.
Definisi Ngadiso tersebut menjelaskan bahwa dalam memahami bacaan, pembaca
membangun pengetahuan baru dengan menghubungkan penalaran dan pengetahuan yang
telah diketahui. Suyoto (2013:1) berpendapat bahwa membaca pemahaman atau komprehensi ialah
kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh
pengertian. Pemahaman ini berkaitan erat dengan kemampuan mengingat bahan yang
dibacanya.
Berdasarkan
beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca
pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat
dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang
dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta
mengingat bahan yang dibacanya.
Membaca
hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan
cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan
(Rahim, 2007:11). Untuk memahami sebuah bacaan setiap orang mempunyai asumsi
dan tujuan membaca yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca
di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus
yang sesuai, atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa sendiri.
Pendapat
Laufer, dkk (1982:v) berkaitan dengan tujuan membaca dapat dideskripsikan
yaitu untuk: (1) membedakan materi yang penting dengan materi yang tidak
penting, (2) membedakan antara informasi yang relevan dengan informasi yang
tidak relevan, (3) mendukung suatu pernyataan maupun menolak pernyataan, (4)
mendapatkan ide berdasarkan penjelasan dan contoh, (5) mengenali implikasi, (6)
memahami hubungan antarkalimat, (7) menyamakan argumen, dan (8) membuat
prediksi.
Apabila
dianalisis tujuan membaca Sim, dkk. di atas sejalan dengan pendapat Greane dan
Patty sebagaimana dikutip oleh Tarigan (1985:37) bahwa tujuan membaca pemahaman
diantaranya: (1) menemukan ide pokok kalimat, paragraf, wacana, (2) memilih
butir-butir penting, (3) menentukan organisasi bacaan,(4) menarik kesimpulan,
(5) menduga makna dan meramalkan dampak-dampak, (6) merangkum apa yang telah
terjadi, (7) membedakan fakta dan pendapat, dan (8) memperoleh informasi dari
aneka sarana khusus seperti ensiklopedia, atlas, peta dan sebagainya.
Menurut
Rahim (2007:11), tujuan membaca mencakup: (1) kesenangan, (2) menyempurnakan
membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui
pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan
informasi yang telah diketahuinya, (6) memperoleh informasi untuk laporan lisan
atau tertulis, (7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, dan (8) menjawab
pertanyaan-pertanyaan spesifik. Menurut peneliti yang dikemukakan oleh Greanne dan Patty-lah yang
paling tepat karena yang paling lengkap dan berhubungan langsung dengan manfaat
membaca yang akan diperoleh siswa pada nantinya.
Johnson dan
Pearson dalam Zuchdi (2007:23) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang
mempengaruhi komprehensi membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang
ada dalam diri pembaca dan yang ada di luar pembaca. Faktor- faktor yang berada
di dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat
(seberapa kepedulian pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya), motivasi
(seberapa besar kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum
mengenai membaca dan sekolah), dan kumpulan kemampuan membaca (seberapa baik
pembaca dapat membaca).
Zuchdi (2007:23) menyatakan faktor-faktor di luar pembaca dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu unsur-unsur bacaan dan lingkungan membaca. Unsur-unsur pada bacaan atau
ciri–ciri tekstual meliputi kebahasaan teks yaitu tingkat kesulitan bahan
bacaan, dan organisasi teks, adalah jenis pertolongan yang tersedia pada bacaan
bisa berupa bab, subbab, grafik atau tabel serta susunan tulisan. Kualitas
lingkungan membaca meliputi faktor-faktor: (1) persiapan guru sebelum, pada
saat, atau setelah pelajaran membaca guna menolong murid memahami teks, (2)
cara murid menanggapi tugas, dan (3) suasana umum penyelesaian tugas (hambatan
dan dorongan dalam membaca).
Wainwright
(2006:44) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemahaman
mencakup:
1)
Kecepatan membaca, kecepatan
membaca yang tidak memperhatikan tujuan membaca atau terlampau cepat dalam
membaca sehingga mengabaikan isi bacaan secara keseluruhan, bisa memberikan
efek merugikan terhadap pemahaman,
2)
Tujuan membaca, tujuan
membaca berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi
bacaan. Penetapan tujuan yang jelas sering kali bisa menciptakan motivasi dan
meningkatkan minat baca, sehingga secara otomatis meningkatkan pemahaman,
3)
Sifat materi bacaan,
maksudnya apakah materi yang disediakan menarik dan bahasanya mudah dipahami.
Materi bacaan merupakan komponen penting dalam membaca karena materi bacaan
merupakan sarana utama,
4)
Tata letak materi bacaan,
yakni pengorganisasian bacaan dalam menjabarkan sebuah ide bacaan serta bagan,
gambar, atau grafik yang berfungsi menolong pembaca agar lebih mudah memahami
bacaan,
5)
Lingkungan tempat membaca,
lingkungan tempat membaca tidak diragukan lagi pengaruhnya terhadap pemahaman
suatu bacaan. Lingkungan dengan suasana yang tenang tentu akan membuat pembaca
lebih mudah memahami bacaan daripada lingkungan yang ramai atau gaduh.
Menurut
peneliti semua faktor yang dikemukakan oleh Wainwright di atas saling
berhubungan. Jika pembaca selalu memperhatikan kesemua faktor di atas tentunya
pembaca akan menjadi seorang pembaca yang baik. Rahim (2007:7) menyatakan
pembaca yang baik ialah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca.
Hal ini maksudnya bahwa mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor
tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca.
Mujiyanto, (2000:59-60)
mengklaim ciri-ciri pembaca yang baik yang lebih komplet dan idealis, yakni:
(1) selektif, maksudnya mampu memilih bahan-bahan bacaan yang mempunyai nilai
guna bagi pembaca, (2) bisa memahami naskah secara tepat, (3) bersikap kritis
dan terbuka, sehingga tidak asal mengiyakan ide-ide naskah dan mampu merespons
isi bacaan, (4) punya kepekaan yang baik terhadap nilai-nilai moral dan sosial,
sensitif terhadap hal-hal yang tidak etis dan tidak benar serta korektif
sehingga bisa membetulkan yang salah dan janggal, (5) punya semangat membaca
yang tinggi dan tidak pembosan, dan (6) punya kreativitas dan
mengolahkembangkan apa-apa yang dibacanya dalam ekspresi lisan dan tulis.
Selain
adanya faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas, membaca perlu dilengkapi
pula dengan syarat kecepatan dan ketepatan. Apalah artinya sebuah penangkapan
dan pemahaman isi tanpa disertai kecepatan dan ketepatan, karena kemampuan
membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi (Zuchdi, 2007:24). Jadi
pembaca melakukan aktivitas membaca yang relatif singkat tetapi dengan
pemahaman yang tinggi. Supaya ketentuan itu dipenuhi, pembaca tentu saja harus
memiliki referensi yang luas, penerapan metode membaca yang tepat, dan minat
membaca yang tinggi.
Berdasarkan kajian teori diatas maka disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam
merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting,
dan seluruh pengertian serta mengingat bahan yang dibacanya. Untuk mengukur keterampilan membaca
pemahaman dalam penelitian ini, digunakan dua indikator. Kedua indikator yang
dimaksud adalah pemahaman ide pokok paragraf dan penyempurnaan paragraf dengan
kata yang dilesapkan (uji rumpang). Untuk lebih jelasnya mengenai indikator
keterampilan membaca pemahaman tersebut dapat dilhat pada tabel 2.
Tabel 2. Indikator Keterampilan Membaca Pemahaman
No
|
Indikator
|
1
2
|
Menentukan ide pokok paragraf
Menyempunakan paragraf dengan kata
yang telah dilesapkan (uji rumpang)
|
(Djiwandono, 2008:116)
Keterpahaman bacaan melalui teknik uji rumpang ditentukan
dengan metode eksak. Hal itu mengacu pada pendapat Muchlisoh (1992:192) yang
menyatakan bahwa metode eksak digunakan jika teknik uji rumpang berfungsi
sebagai alat ukur. Sebaliknya jika teknik uji rumpang berfungsi sebagai alat
pembelajaran, keterpahaman bacaan dapat diukur melalui kelayakan konteks.
A.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan ketiga variabel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Penelitian Noverilan (2012)
mengenai “Kontribusi Kemampuan Membaca Pemahaman dan Motivasi Belajar Terhadap
Keterampilan Menulis Argumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri Padang”. Ternyata kemampuan
membaca pemahaman dan motivasi belajar memberikan kontribusi terhadap kemampuan
menulis argumentasi secara signifikan.
2.
Noldy
Pelenkahu (2006). Hubungan antara Pengetahuan Awal dan Penguasaan Kosakata
terhadap Keterampilan Membaca Pemahaman Mahasiswa. Penelitian
ini menunjukkan bahwa pembaca mula-mula memakai pengetahuan awalnya untuk
memahami wacana yang dibacanya, kemudian apabila masih mempunyai kesulitan,
kosakata diartikan untuk memahami bacaan tersebut.
3.
Arizon (2008) berjudul
“Kontribusi Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dan Penguasaan Makna Kata Terhadap
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA N 1 AKABILURU” Penelitian ini
menunjukkan bahwa penguasaan makna kata mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
4.
Cut Purnama Sari (2013)
berjudul “Kontribusi Penguasaan Kosakata dan Pengetahuan Paragraf terhadap
Keterampilan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA N 1 Lembah Gumanti” .
Penelitian ini menunjukkan bahwa penguasaan kosakata dan pengetahuan paragraf
memberikan peranan penting dalam menentukan tingkat keterampilan menulis
deskripsi disamping faktor lainnya.
5.
Endarwati
(2013) berjudul “Hubungan Antara Minat
Membaca dan Penguasaan Kosakata dengan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VI SD Negeri Se Gugus Diponegoro
Batuwarno Wonogiri”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Ada
hubungan positif yang signifikan antara minat membaca dan penguasaan kosakata
secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara pada siswa.
Penelitian-penelitian di atas hampir sejalan dengan penelitian
yang peneliti lakukan, sama-sama
mengukur variabel-variabel bebas, yaitu pengguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap variabel terikat. Di sini peneliti lebih memfokuskan
penelitian pada kontribusi pengguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi.
B.
Kerangka Konseptual
Berikut ini dikemukakan kerangka konseptual mengenai hubungan ketiga
variabel penelitian ini, yaitu kontribusi antara pengguasaan kosakata terhadap hasil belajar
siswa, kontribusi antara kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar
siswa, dan kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar
siswa.
1.
Kontribusi Penguasaan Kosakata Terhadap Hasil Belajar Siswa.
Intelegensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Intelegensi dapat dilihat dari beberapa kemmapuan, salah satunya adalah
kemampuan penguasaan kosakata. Seperti dikemukakan Slameto (1995:56) bahwa
faktor intelegensi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Intelegensi salah satu aspeknya dapat dilihat dari kecakapan yang
memiliki. Kecakapan itu di antaranya anak bisa menggunakan konsep-konsep bahasa
dengan baik dan efektif. Penguasaan kosakata termasuk penggunaan konsep bahasa.
Tanpa penguasaan kosakata, siswa akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
pelajaran.
Kuantitas
dan kualitas serta tingkat kedalaman kosakata siswa merupakan hal yang terbaik
bagi perkembangan mentalnya. Mempelajari sebuah kata baru dengan
sendirinya membawa efek dan pengaruh yang luas dalam kehidupan. Bila seorang
guru bahasa mengatur serta melengkapi suatu program pengembangan kosakata
dengan sistematis, maka pada prinsipnya dia telah mengubah kehidupan siswa.
Seorang guru harus menyadari betul bahwa pertumbuhan kosakata bukan hanya
sekedar kulit atau bagian luar saja, tetapi juga merupakan pusat
atau inti dari kehidupan. Pertumbuhan kosakata dapat memenuhi serta membimbing
siswa kearah pengalaman yang lebih luas yang pada hakikatnya menurunkan
pengalaman yang lebih banyak.
Pengetahuan
tentang kosakata merupakan salah satu kecakapan penggunaan bahasa. Kosakata
merupakan faktor penentu untuk memenuhi suatu informasi yang di dengar dan
dibaca seseorang. Penguasaan kosakata termasuk faktor yang penting dalam
peningkatan kemampuan siswa.
2.
Kontribusi Pemahaman Wacana terhadap Hasil Belajar Siswa.
Kemampuan membaca dalam memahami sebuah bacaan sangat diperlukan. Kalau siswa tidak mampu memahami bacaan yang dibaca
dan didengarnya, ia tidak akan mampu dan berhasil dalam proses belajar. Kemampuan memahami terhadap bacaan
merupakan salah satu faktor keberhasilan. Siswa yang bisa memahami
wacana dengan baik dan sukses dan berhasil dalam belajar.
Kemampuan
pemahaman yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam membaca. Siswa
yang dapat memahami sebuah bacaan akan menemukan wujud skematis yang bisa
memberikan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. pemahaman yang efesien
dapat dilakukan siswa jika siswa mampu mengaitkan teks bacaan dengan
pengetahuan yang dimiliki. Sehingga kemampuan membaca pemahaman akan meningkatkan hasil belajar
siswa.
3.
Kontribusi Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Membaca Pemahaman Secara Bersama-sama terhadap Hasil Belajar Siswa.
Hasil belajar merupakan
tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran peserta didik. Penguasan kosakata
dan kemampuan membaca
pemahaman merupakan dua faktor yang menentukan keberhasilan
peserta didik dalam belajar. Antara penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar tidak dapat dipisahkan.
Menimba
ilmu pengetahuan, peserta didik dituntut membaca dan mendengar wacana yang
diberikan guru karena dengan memahami bacaan ia akan dapat banyak
pengetahuan. Siswa harus banyak menguasai kosakata karena informasi yang
diterima dan dibacanya terdiri dari kesatuan kata yang mempunyai makna.
Prestasi belajar merupakan kegiatan yang didapat siswa belajar di sekolah
maupun di rumah. Dengan penguasaan kosakata dan kemampuan memahami terhadap bacaan, siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik. Kemampuan pemahaman terhadap bacaan dan penguasaan kosakata
merupakan kunci utama dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
Adapun
hubungan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:
Penguasaan
Kosakata
|
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
|
Kemampuan Membaca Pemahaman
|
Kemampuan Membaca Pemahaman
|
Gambar 1. Kerangka Konseptual
C.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual dan penelitian yang relevan di
atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Terdapat kontribusi
penguasaan kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi
2.
Terdapat kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi
3.
Terdapat kontribusi penguasaan kosakata
dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini dideskripsikan kontribusi penguasaan kosakata
terhadap hasil belajar, dan kontribusi penguasaan kosakata dan pemahaman wacana
secara bersama-sama terhadap hasil belajar.
B.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi
SMA swasta
Bukittinggi berjumlah lima sekolah, yaitu SMA PSM, SMA Pembangunan, SMA Karya Bhakti, SMA
Muhammadiyah, SMA Xaverius. Dari lima SMA Swasta tersebut empat sekolah memakai
kurikulum yang sama, yaitu SMA PSM, SMA Pembangunan, SMA Karya Bakhti dan SMA
Muhammadiyah, itulah sekolah yang dijadikan populasi penelitian. Dari keempat
sekolah tersebut kelas XI yang dijadikan responden penelitian, karena kelas XI
adalah siswa tingkat pertengahan pada jenjang pendidikan di SMA. Siswa kelas XII tidak
dijadikan populasi karena siswa kelas XII telah dibagi perjurusan
sehingga kosakata yang dikuasainya sudah disesuaikan dengan jurusan yang
dimilikinya. Di samping itu, siswa kelas XII akan
mengikuti ujian tahap akhir.
35
|
Tabel 3. Populasi Kelas XI Pada SMA Swasta
Bukittinggi
Sekolah Swasta
|
Kelas
|
Jumlah
|
|
SMA PSM
|
XI. 1
|
30
|
|
XI. 2
|
29
|
||
XI. 3
|
32
|
||
SMA Pembangunan
|
XI. 1
|
30
|
|
XI. 2
|
32
|
||
XI. 3
|
32
|
||
XI. 4
|
34
|
||
XI. 5
|
34
|
||
SMA Karya Bhakti
|
XI. 1
|
29
|
|
XI. 2
|
32
|
||
SMA Muhammadiyah
|
XI. 1
|
30
|
|
XI. 2
|
32
|
||
XI. 3
|
32
|
||
JUMLAH
|
408
|
Sumber: Dinas Pendidikan Kotamadya
Bukittinggi (2013)
2.
Sampel
Mengingat
jumlah populasi cukup banyak, diperlukan untuk menarik sampel. Menurut Arikunto
(2006: 134) bila populasi lebih dari seratus sebaiknya diambil sampel. Besarnya
sampel antara 10% - 25%. Dalam penelitian ini besarnya sampel yang
peneliti ambil sebanyak 20% dari populasi (82 orang).
Penarikan
sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proportional
random sampling. Jumlah dan penjabaran sampel dapat dilihat pada Tabel 4
berikut:
Tabel 4. Sebaran Sampel Penelitian
Sekolah Swasta
|
Kelas
|
Jumlah
|
|
SMA PSM
|
XI. 1
|
6
|
|
XI. 2
|
5
|
||
XI. 3
|
7
|
||
SMA Pembangunan
|
XI. 1
|
5
|
|
XI. 2
|
7
|
||
XI. 3
|
6
|
||
XI. 4
|
7
|
||
XI. 5
|
7
|
||
SMA Karya Bhakti
|
XI. 1
|
6
|
|
XI. 2
|
7
|
||
SMA Muhammadiyah
|
XI. 1
|
6
|
|
XI. 2
|
7
|
||
XI. 3
|
6
|
||
JUMLAH
|
82
|
C.
Definisi operasional
Sebelum dijelaskan alat ukur variabel penelitian, berikut ini
diberikan definisi operasional masing-masing variabel. Definisi yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1.
Penguasan kosakata merupakan
komponen bahasa yang memuat makna kata dan pemakaiannya dalam kalimat.
2.
Kemampuan membaca pemahaman
merupakan kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat dalam
teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta
mengingat bahan yang dibacanya.
3.
Hasil belajar merupakan
kemampuan yang dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang
dinyatakan dengan angka atau skor dari tes hasil belajar.
D. Variabel dan Data
Penelitian
Penelitian ini terdiri
dari dua variabel, yaitu (1) variabel bebas, penguasaan kosakata (X1) yang
diukur dengan menggunakan tes objektif dan kemampuan membaca pemahaman (X2)
yang diukur dengan menggunakan tes objektif, (2) variabel terikat hasil belajar
bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA swasta Bukitinggi. Data penelitian adalah
(1) skor yang diperoleh dari penguasaan kosakata yang berjumlah 98 soal, (2)
skor yang diperoleh dari kemampuan membaca pemahaman yang berjumlah 103 soal,
(3) hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas XI.
E. Pengembangan Instrumen
1.
Jenis dan prosedur penyusunan instrumen
Dalam
penelitian ini dikumpulkan tiga jenis data yaitu: 1) data penguasaan kosakata,
2) data membaca pemahaman, 3) data hasil belajar. Setiap data merupakan
instrumen tersendiri, data penguasaan kosakata dikumpulkan melalui tes
berbentuk objektif. Data membaca pemahaman dikumpulkan melalui tes berbentuk
unjuk kerja. Data hasil belajar dikumpulkan melalui ujian tengah semester
siswa. Berikut ini dijelaskan masing-masing intrumen penelitian.
a.
Tes Penguasaan Kosakata
Tes
objektif digunakan untuk mengukur penguasaan kosakata. Dalam tes ini diukur
pengetahuan dan penguasaan siswa terhadap teknik pemahaman sebuah kosakata. Tes
yang diberikan berdasarkan standar kompetensi dan kemampuan dasar yang harus
dimiliki siswa, berkaitan dengan teknik pemahaman kosakata seperti yang
terdapat dalam kurikulum standar pendidikan SMA/MA.
Penyusunan
intrumen lembaran tes dilakukan dengan langkah-langkah berikut: pertama,
pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator yang telah diturunkan dari teori yang
digunakan. Kedua, penyusunan butir soal sesuai dengan indikator serta menyusun
butir soal dari segi aspek yang diukur. Ketiga, melakukan analisis rasional
untuk melihat kesesuaian butir soal dengan indikator serta menyusun butir soal
dari segi aspek yang diukur. Keempat, berkonsultasi dengan pembimbing untuk
memperoleh kesahihan butir soal dengan kontruk. Kisi-kisi tes penguasaan
kosakata dapat dilihat dalam tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kisi-kisi soal penguasaan kosakata
No
|
Indikator
|
Nomor
item
|
Jumlah
|
1
|
Memilih
kata yang tepat sesuai dengan makna yang diberikan konsep
|
1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22
|
22
|
2
|
Menentukan
makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim)
|
1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 36,
|
36
|
3
|
Menentukan
kata yang memiliki pertentangan makna (antonim)
|
1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39, 37, 38, 39, 40
|
40
|
(Djiwandono, 2008:127)
Lembaran
tes tersebut sebelumnya diuji cobakan hal ini dilakukan untuk mengetahui
validitas dan rehabiltas intem yang ada pada tes. Uji coba dilakukan pada siswa
yang tidak termasuk kedalam sampel penelitian.
b.
Tes Membaca Pemahaman
Data
tentang variabel kemampuan membaca pemahaman dikumpulkan dengan menyusun tes
kemampuan membaca pemahaman dengan berpedoman pada indikator-indikator variabel
. indikator variabel kemampuan membaca pemahaman meliputi kemampuan menentukan
ide pokok dan kemampuan melengkapi paragraf dengan kata yang tepat.
Selanjutnya
dari indikator tersebut disusun kisi-kisi intrumen untuk dikembangkan. Berikut
disajikan kisi-kisi tes kemampuan membaca pemahaman yang akan disusun dalam
bentuk tes.
Tabel 6. Kisi-kisi Kemampuan Membaca Pemahaman
No
|
Indikator
|
Nomor
item
|
Jumlah
|
1
|
Menentukan
ide pokok paragraf
|
1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,
23
|
23
|
2
|
Melengkapi
paragraf dengan kata yang tepat
|
Paragraf
1
|
8
|
Paragraf
2
|
14
|
||
Paragraf
3
|
16
|
||
Paragraf
4
|
14
|
||
Paragraf
5
|
12
|
||
Paragraf
6
|
16
|
(Djiwandono, 2008:116)
Lembaran
tes tersebut sebelumnya diuji cobakan hal ini dilakukan untuk mengetahui validitas
dan rehabiltas intem yang ada pada tes. Uji coba dilakukan pada siswa yang
tidak termasuk kedalam sampel penelitian.
2.
Skala Pengukuran
Tes yang mengukur penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman siswa diberikan dalam bentuk tes pilihan ganda. Tes
bentuk pilihan ganda dijawab oleh siswa dengan menyilangi salah satu huruf
pilihan jawaban yang disediakan pada tempat yang sesuai pada lembaran jawaban.
Setelah dilaksanakan tes dilanjutkan pemeriksaan hasil
perkerjaan siswa tersebut yang hasilnya berupa skor. Skor adalah hasil
perkerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap
soal tes yang dijawab betul oleh siswa (Arikunto, 2007:239).
3.
Penentuan Indikator
Berdasarkan kajian teori yang telah dibahas pada Bab II sebelumnya,
maka indikator masing-masing variabel dapat ditetapkan sebagai berikut:
a.
Penguasaan Kosakata
Indikator yang ditetapkan untuk mengukur
penguasaan kosakata siswa yaitu: 1) kemampuan
melangkapi kalimat dengan kata-kata yang tepat, 2) kemampuan
memilih kata, frase, ungkpan, dan pribahasa yang bersinonim, 3) kemampuan
memilih kata, frase ungkapan, dan pribahasa yang berantonim.
b.
Kemampuan Membaca Pemahaman
Indikator yang akan mengukur kemampuan
membaca pemahaman siswa, ditetapkan sebagai berikut: 1) kemampuan menemukan ide pokok kalimat, paragraf, dan wacana, dan 2) menyempunakan paragraf dengan kata yang telah
dilesapkan (uji rumpang)
4.
Penyusunan Instrumen
Instrumen
penelitian dibuat berbentuk tes objektif yang jumlahnya tergantung pada
keterjangkauan aspek yang akan dilihat, untuk memperoleh instrumen yang sahih
dan handal maka penyusunan instrumen tersebut dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut: (a) pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator berpedoman
kepada kurikulum yang dipakai di SMA serta melihat buku pegangan guru, (b)
menyusun pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat dengan
mempetimbangan latar belakang pengetahuan responden tentang isi tes, (c)
melakukan konsultsai dengan para ahli agar diperoleh kesahihan butir soal yang
memenuhi validitas isi dan soal diuji cobakan terlebih dulu sebelum dijadikan
instrumen penelitian.
5.
Uji Coba Instrumen
Sebelum
kedua tes dijadikan sebagai unstrumen penelitian terlebih dulu uji coba.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: (1) menentukan sampel uji coba,
(2) pelaksanaan uji coba, (3) analisis hasil uji coba.
a.
Sampel Uji Coba
Sampel uji
coba diambil dari populasi penelitian yang tidak terpilih menjadi sampel
penelitian. Siswa yang berasal dari kelas paralel dengan responden penelitian.
Responden untuk uji coba berjumlah 30 orang di luar sampel penelitian yaitu kelas XI SMA PSM Bukittinggi. Instrumen yang diuji cobakan
untuk penguasaan kosakata berjumlah 98 buah tes yang berbentuk objektif dan
untuk kemampuan membaca pemahaman berjumlah 103 buah tes jumlah berbentuk objektif.
b.
Pelaksanaan Uji Coba
Uji coba instrumen
dilaksanakan di SMA PSM Bukittinggi. Caranya dengan memberikan tes kepada siswa
kelas XI yang terpilih sebagai responden uji coba.
c.
Analisis Instrumen Uji Coba
Analisis terhadap
instrumen dilakukan untuk mengetahui dan memilih butir-butir pertanyaan yang
sahih dan handal. Setelah diperoleh butir-butir soal atau pertanyaan tersebut,
maka haruslah bisa dijadikan sebagai instrumen penelitian.
Uji kesahihan instrumen
dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepan instrumen yang digunakan. Kesahihan
instrumen diperoleh melalui validitas isi, validitas konstruk dan validitas
butir soal. Validitas isi digunakan untuk menentukan sejauh mana instrumen
telah mengambarkan isi yang diinginkan. Validitas konstruk digunakan untuk
menentukan seberapa jauh instrumen telah mengukur konstruk yang diteliti.
Validitas konstruk dapat ditentukan melalui uji coba yang telah dilakukan
terhadap siswa dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan sampel
penelitian. Validitas butir soal diukur dengan menggunakan rumus korelasi
Product Moment (Suharsimi Arikunto, 2005:66) sebagai berikut:
Dimana,
=
koefisien korelasi
N = jumlah responden
X = skor setiap
butir
Y = jumlah skor seluruh
butir
Untuk
mengetahui reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach
dengan rumus sebagai berikut.
dengan rumus sebagai berikut.
r11
=
Di mana:
r11 =
Koefisien reliabel instrumen
K = Banyak butir pernyataan
b2 = Jumlah
varians butir
r2 = Varians butir
Hasil
analisis ujicoba instrumen tes penguasaan kosakata dan kemampuan membaca
pemahaman diuji dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 17. Dari hasil analisis uji
coba instrumen tes didapatkan hasil pada variabel penguasaan kosakata pada
indikator 1 memilih kata yang tepat sesuai dengan makna yang diberikan konsep,
dari 22 butir soal, gugur 5 butir soal, dan valid 17 butir. Pada indikator 2
menentukan makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim), dari 36 butir
soal, gugur 13 butir soal dan valid 23 butir. Pada indikator 3 menentukan kata
yang memiliki pertentangan makna (antonim), dari 40 butir soal, gugur 14 butir
dan valid 36 butir.
Selanjutnya pada
variabel kemampuan membaca pemahaman, pada indikator 1 menentukan ide pokok,
dari 23 butir soal, gugur 5 butir soal dan valid 18 butir. Sedangkan pada
indikator 2 melengkapi paragraf dengan kata yang tepat, dari 6 paragraf dipilih 3 paragraf soal. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dari hasil
uji reliabilitas pada variabel penguasaan kosakata, indikator 1 tentang memilih
kata yang tepat sesuai denga makna yang diberikan konsep terhadap 17 butir yang
valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,809. Pada indikator 2 tentang
menentukan makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim) terhadap 23 butir
soal yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,745. Sedangkan pada
indikator 3 tentang menentukan kata yang memiliki pertentangan makna (antonim)
terhadap 36 butir yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,877.
Selanjutnya pada variabel kemampuan membaca pemahaman, pada indikator 1 tentang
menentukan ide pokok paragraf terhadap 18 butir soal yang valid diperoleh
koefisien reliabilitas sebesar 0,822. Kemudian pada indikator 2 melengkapi
paragraf terhadap 3 paragraf yang
dipilih diperoleh koefisien realibilitas sebesar 0,935. Dari kriteria
reliabilitas maka soal ujicoba termasuk kriteria tinggi karena terletak antara
0,60 - 0,80. (Selengkapnya uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4).
6.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam
pengambilan data, peneliti menerima responden secara langsung. Siswa yang
dijadikan sampel dipanggil memasuki ruangan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Sebelum diberikan instrumen penelitian, terlebih dulu dijelaskan apa tujuan dan
bagaimana cara mengerjakan soal tersebut. Setelah itu, responden diberikan
instrumen penelitian yang berupa tes dan mereka diminta menjawab pertanyaan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Datanya berupa skor yang diperoleh
dari hasil jawaban siswa yang dijadikan sampel penelitian. Data ini untuk
mengetahui kemampuan penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman siswa. Hasil belajar siswa yang merupakan variabel terikat diperoleh
dari nilai Ujian Tengah Semester Bahasa Indonesia SMA swasta kota Bukitinggi.
F.
Teknik Analisis Data
Data
penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik regresi dan korelasi.
Analisis dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17.0. Berikut langkah-langkah analisis tersebut:
1.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif
bertujuan untuk mengetahui kecenderungan distribusi frekuensi variabel dan
menentukan tingkat ketercapaian responden pada masing-masing variabel. Tingkat pencapaian responden pada masing-masing
variabel akan diketahui melalui rumus:
Tingkat
Pencapaian Skor =
Tingkat ketercapaian
masing-masing variabel berguna untuk menggambarkan pencapaian responden secara
kualitatif pada masing-masing variabel. Adapun kriteria yang akan digunakan
untuk melihat tingkat pencapaian responden digunakan klasifikasi Sudjana
(2006).
Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Capaian
Rentang
Persentase
|
Kategori
|
90-100 %
|
Sangat baik
|
80-89 %
|
Baik
|
65-79 %
|
Cukup
|
55-64 %
|
Kurang baik
|
0-54 %
|
Tidak baik
|
2.
Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum data dianalisis
perlu terlebih dulu diadakan pengujian persayaratan analisis agar
langkah-langkah selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan (Sudjana, 1992:291).
Pengujian persyaratan analisis adalah:
a.
Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas
merupakan salah satu persyaratan yang harus dilakukan sebelum menggunakan
teknik korelasi. pengujian normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
di ambil dari populasi yang berinteraksi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan teknik uji Lilliefors.
b.
Pengujian Homogenitas
Pengujian homogenitas untuk
mengetahui apakah variansi-variansi bersifat homogen. Pengujian
homogenitas menggunakan teknik Levene Statistic.
c.
Pengujian Linearitas
Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah masing-masing data variabel bebas cendrung membentuk garis
linier dengan data variabel terikat dengan menggunakan uji F.
d.
Uji independensi antar
variabel bebas
Uji independensi antara
variabel bebas bertujuan untuk melihat apakah terdapat korelasi antar variabel
bebas. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah hubungan antar variabel bebas benar-benar independen. Uji ini
menggunakan korelasi Product Moment.
Analisis data
menggunakan Program SPSS 17. Pertimbangan peneliti menggunakan program ini agar hasil perhitungan
dapat dipertanggungjawabkan.
3.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan
menggunakan teknik korelasi dan regresi dibantu program SPSS for Windows versi 17.0. Teknik yang
digunakan dalam melaksanakan pengujian hipotesis adalah:
a.
Untuk menguji hipotesis 1
dan 2 digunakan teknik korelasi dan regresi sederhana.
b.
Untuk menguji hipotesis 3,
digunakan teknik korelasi dan regresi ganda.
c.
Untuk mengetahui korelasi
salah satu variabel bebas (X1 dan X2) dengan variabel
terikat (Y) dengan mengontrol variabel bebas lainnya (X1 dan X2),
dan untuk mengetahui korelasi efektif secara murni dari sebuah variabel bebas
(X1 dan X2), maka digunakan teknik korelasi parsial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar