Kamis, 16 April 2015

KONTRIBUSI PENGUASAAN KOSAKATA DAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA XI SMA SWATA KOTA BUKITTINGGI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 merupakan kurikulum yang menekankan pembelajaran yang berbasis pada karakteristik sekolah tertentu. Tuntutan kurikulum diharapkan peserta didik  memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang dapat membangun identitas budaya bangsa. Dalam kurikulum 2006 ada dua keterampilan fundamental, yakni keterampilan yang bersifat reseptif dan keterampilan yang bersifat produktif.  Kedua keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam setiap standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia, baik itu standar kompetensi maupun dalam kompetensi dasar.
1

Setiap siswa diharapkan mampu memenuhi standar kompetensi pada pembelajaran tersebut dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu konsep dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman yang sangat penting dipahami oleh siswa. Penguasaan kosakata sangat penting dalam aspek pembelajaran bahasa Indonesia. Kualitas belajar bahasa Indonesia ditentukan sejauh mana kualitas kosakata yang dimiliki siswa. Kosakata yang dimiliki siswa memberikan kontribusi terhadap membaca pemahaman. Semakin banyak atau semakin tinggi tingkat penguasaan kosakata yang dimiliki oleh siswa akan semakin baik pemahamannya terhadap suatu wacana. Dapat dikatakan pula bahwa salah satu kendala yang dihadapi dalam proses membaca pemahaman adalah penguasaan kosakata.
Siswa yang memiliki keterampilan membaca pemahaman yang baik, akan memperoleh pemahaman tentang suatu yang terdapat dalam bahan tercetak sehingga pengetahuan dan wawasan siswa menjadi lebih luas. Selain itu, melalui membaca pemahaman yang baik tersebut, daya nalar siswa dapat ditingkatkan. Hal itu disebabkan selama kegiatan membaca berlansung proses kognitif bekerja untuk memahami gagasan yang tertuang di balik simbol-simbol bahasa. Pentingnya membaca pemahaman bagi siswa tidak bisa dipungkiri. Membaca pemahaman diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran. Meskipun daya serap saat membaca bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran, sumbangan membaca pemahaman dalam rangka menunjang keberhasilan siswa tidak dapat diabaikan.
Siswa yang memiliki  kemampuan membaca pemahaman yang baik akan lebih mudah mengikuti proses pembelajaran. Siswa dapat melibatkan diri selama proses pembelajaran. Contohnya dalam berdiskusi kelompok siswa terlihat lebih aktif. Dengan demikian, pemahaman siswa yang terlibat secara aktif akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif. Hal itu menunjukkan bahwa membaca pemahaman merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Dengan kata lain, membaca pemahaman merupakan salah satu yang penting dalam dunia pendidikan.
Pengetahuan kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca pemahaman memberi pengaruh terhadap setiap tes yang diujikan oleh guru. Siswa tersebut tidak akan mampu menjawab dengan baik. Akhirnya hasil belajar siswa rendah, tidak mencapai acuan keberhasilan siswa yaitu nilai. Nilai yang diperoleh haruslah di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan oleh masing-masing sekolah.
Berdasarkan pengalaman peneliti di SMA Swasta Karya Bakhti, terlihat nilai bahasa Indonesia yang diperoleh siswa kelas XI SMA Swasta Karya Bakhti Bukittinggi yang memperoleh nilai 5,65. Sementara KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan 7,5. Hal ini menunjukkan nilai yang diperoleh siswa di bawah rata-rata KKM.
Rendahnya hasil belajar bahasa Indonesia siswa disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama adalah siswa tidak dapat memahami teks-teks yang terdiri dari beberapa paragraf dengan baik sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bacaaan pada saat menghadapi ujian. Faktor lain yang menyebabkan siswa mendapatkan nilai rendah adalah siswa kurang menguasai kosakata. Kosakata siswa sangat minim sehingga siswa kurang menangkap makna paragraf.  
Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas juga merupakan faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Jumlah siswa satu kelas rata-rata berjumlah 35 sampai 43 orang. Sehingga siswa tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya karena kelas berjalan secara klasikal. Idealnya jumlah siswa perkelas tidak lebih dari 30 orang.
Berkaitan dengan membaca pemahaman pada mata pelajaran bahasa Indonesia terutama untuk memahami paragraf, umumnya siswa kurang memiliki strategi dalam membaca. Hal ini dikarenakan siswa kurang diberikan latihan yang cukup dan terencana untuk memiliki strategi yang baik dalam membaca. Sehingga siswa kesulitan menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan membaca seperti menentukan topik, menemukan ide pokok dan informasi tertentu dari bacaan, siswa melakukannya dengan lamban dan merasa kebingungan. Bila dilihat dari soal-soal yang ada pada ujian semester, sekitar 40% soal pertanyaan berhubungan dengan membaca teks-teks pendek yang terdiri dari bebrapa paragraf, 30% berhubungan dengan penguasaan kosakata dan sisanya berhubungan dengan aspek kebahasaan lainnya seperti percakapan. Karena itu siswa harus memiliki strategi membaca yang baik dan menguasai kosakata yang dituntut kurikulum untuk dapat memahami alinea atau teks pada ujian. 
Permasalahan lainnya adalah siswa membaca hanya karena mereka harus membaca bukan karena mereka senang membaca. Hal ini menyebabkan siswa kesulitan dalam menyerap informasi dari materi yang disuguhkan. Beberapa peneliti mengidentifikasi bahwa masalah yang dihadapi oleh pembaca dengan pemahaman yang rendah berkaitan dengan materi dan minat baca pembaca. Kurangnya dorongan dari keluarga dan tidak tersedianya buku-buku yang menarik minat mereka juga merupakan kendala yang cukup berarti.
Penelitian terhadap penguasaan kosakata dan membaca pemahaman untuk siswa Sekolah Menegah Atas beserta aspek-aspek yang berhubungan dengan membaca pemahaman sangat penting dilakukan mengingat dengan membaca siswa akan mampu menggali informasi apa yang terkandung pada bahan bacaan yang dibaca siswa. Hal ini akan membantu untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam proses belajar mengajar.
Hasil penelitian IEA (1992) dan PISA (2003) menjelaskan kemampuan membaca dan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kegiatan membaca masih rendah. Isu tentang rendahnya kemampuan membaca masyarakat Indonesia telah berkembang sejak lama. Hal tersebut, memang bukan hanya isu, tapi didukung oleh bukti-bukti hasil penelitian lembaga lembaga internasional yang bergerak dalam kajian membaca. Laporan World Bank dalam Education in Indonesia: From Crisis to  Recovery (1988) yang mengutip hasil penelitian Vincent Greanary menyatakan bahwa kemampuan membaca ( reading ability) anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling bawah bila dibandingkan dengan anak-anak Asia pada umumnya. Dalam hal ini kemampuan membaca anak-anak Indonesia berada di bawah anak-anak Filipina, Thailand, Singapura, dan Hong Kong. Menurut penelitian lembaga IEA terhadap daya baca di 41 negara, Indonesia berada di peringkat ke-39.
Menurut laporan Bank Dunia, No 16369-IND dan Studi IEA di Asia Timur, skor tingkat membaca anak-anak Indonesia yaitu 51,7 berada di bawah Filipina (52,6); Thailand (65,1) dan Singapura (74,0). Menurut data terbaru dari Depdiknas, tingkat melek huruf pada orang dewasa (di atas 15 tahun) di Indonesia sekitar 15,5 juta atau 9,20 persen. Hasil penelitian terakhir yang dilaksanakan PISA (2003), dari 40 negara, Indonesia berada pada peringkat terbawah dalam kemampuan membaca. Tiga besar teratas diduduki Finlandia, Korea, dan Kanada.
Berdasarkan hal di atas penelitian ini akan mengungkap sejauh mana “Kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi”. Sepengetahuan penulis, sampai saat ini di SMA swasta  Bukittinggi belum pernah dilakukan penelitian secara ilmiah tentang hubungan kemampuan penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar.
Beberapa alasan mengapa masalah di atas dipilih dalam penelitian ini. Pertama, hasil belajar bahasa Indonesia siswa harus ditingkatkan, karena mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib yang diujian nasionalkan. Kedua, merupakan sasaran untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan kosakata bahasa Indonesia yang dimiliki siswa. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan tes terhadap siswa. Dari hasil tes tersebut dapat menunjukkan besarnya pengetahuan kosakata siswa. Ketiga, sasaran untuk mengetahui seberapa besar kemampuan membaca pemahaman siswa. Hal ini juga dilakukan dengan cara memberikan tes terhadap siswa. Dari hasil tes tersebut dapat dilihat besarnya kemampuan membaca pemahaman siswa. Keempat, penulis mengambil SMA swasta Bukittinggi sebagai tempat penelitian, karena SMA swasta Bukittinggi dengan lokasi tempat tinggal penulis terjangkau, sehingga memudahkan penulis dalam mengumpulkan data penelitia

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang turut mempengaruhi hasil belajar siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia. Masalah tersebut muncul dari berbagai faktor, misalnya faktor yang berasal dari guru, metode, minat, lingkungan, sarana/prasarana, media, intelegensia. Penguasaan makna kosakata dan kemampuan membaca pemahaman.
Hasil belajar yang diharapkan berupa informasi verbal dan keterampilan intelektual. Penguasaan makna kosakata dan kemampuan membaca pemahaman merupakan dual hal yang sangat mendukung terjadinya hasil belajar yang maksimal. Sementara untuk faktor lain, penulis piker sudah banyak peneliti lain yang melakukan penelitian.

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang begitu luas, perlu dibatasi masalah penelitian agar lebih terarah dan fokus dalam mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini berupaya mengetahui dan mendeskripsikan tentang kontribusi penguasaan makna kosakata dan membaca pemahaman terhadap hasil belajar bahasa Indonesia. Proses pendieskripsikan kontribusi penguasaan makna kosakata dan membaca pemahaman terhadap hasil belajar bahasa Indonesia ditujukan kepada siswa kelas XI  SMA swasta kota Bukittinggi
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia setelah melalui proses belajar yang diwujudkan dengan nilai atau angka. Nilai yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa kelas XI SMA swasta kota Bukittinggi pada ujian tengah semester I tahun pelajaran 2013/ 2014.

D.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah terdapat kontribusi penguasaan kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi?
2.      Apakah terdapat kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi?
3.      Apakah terdapat kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi

E.     Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tiga tujuan, yaitu untuk mengungkapkan:
1.      Kontribusi penguasaan kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi
2.      Kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi
3.      Kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta kota Bukittinggi.

F.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Siswa sebagai umpan balik tentang pelaksanaan belajar mereka. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih menyadari bahwa penguasaan kosakata dan kemampuan pemahaman wacana merupakan kunci sukses dalam belajar.
2.      Sebagai bahan masukan bagi guru bahwa penguasaan koasakata dan pemahaman wacana merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru dapat meningkatkan kosakata dan pemahaman wacana siswanya supaya hasil belajarnya meningkat.
3.      Bagi peneliti merupakan kegiatan ilmiah yang berguna untuk penerapan ilmu pegetahuan yang diperoleh, baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terhadap besarnya kontribusi penguasaan kosakata dan pemahaman wacana terhadap hasil belajar siswa, dan dapat dijadikan dasar untuk melanjutkan kajian yang lebih spesifik.




















BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A.      Landasan Teori
Sehubungan dengan masalah yang telah diajukan di atas, untuk selanjutnya diperlukan teori yang dapat menerangkan dan mendukung masalah penelitian yang telah dirumuskan. Dalam kerangka teori ini dikemukakan beberapa teori yang relevan dengan variabel yang diteliti, gunanya sebagai langkah dan petunjuk dalam penyusunan dan pelaksanaan penelitian. Landasan teori yang dimaksud diperinci sebagai berikut:
1.    Hasil Belajar
Aktivitas belajar akan mendatangkan hasil belajar. Sudjana (2009:22) proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah penilaian kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar sisswa.
11
Hasil belajar merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar. Dimyati (2006:200) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam bentuk angka-angka setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Menurut Hamalik ( 2011) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
Belajar adalah proses berubah dari serangkaian kegiatan. Perubahan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Slamento (1995:2) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Perubahan ini terjadi karena bertambahnya pengalaman hidup, seperti bertambahnya pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep, kecakapan, dan sebagainya. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman, akan membentuk cara berfikir sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Susilo (2006:156) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang melibatkan terjadinya perubahan pada diri sesorang yang belajar, seperti perubahan dalam berfikir arah hidup maupun sikap. Perubahan ini terjadi karena adanya pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang mendorong seseorang untuk berfikir, menentukan arah hidup dan bersikap sesuai dengan yang diinginkan.
Margon dalam Djaali (2009:115) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Menurut Syah (2009:68) belajar adalah tahap perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kognitif. Hasil pengalaman yang diperoleh melalui interaksi terhadap lingkungan memberikan efek terhadap tingkah laku seseorang. Kegiatan belajar ini erat hubungannya dengan kognitif atau pengetahuan yang dimiliki. Seseorang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan dapat membentuk sikap yang tepat. Artinya, seseorang yang memeliki pengetahuan dan pengalaman dapat bersikap atau bertindak sesuai dengan harapan dan ketentuan.
Sardiman (2009:21) menjelaskan bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia, yang berarti menyangkut unsure cipta, rasa dan karsa, ranah, kognitif, afektif, dan psikomotor. Kegiatan belajar ini dilakukan secara sadar. Kegiatan ini melibatkan jiwa raga yang dapat membentuk seseorang kearah yang lebih kreatif, baik secara berfikir, bertindak, bersikap, dan sebagainya.
Bigg dalam Syah (2009:67) merumuskan ada tiga konsep penting tentang belajar, yaitu konsep belajar berdasarkan rumusan kuantitatif, konsep belajar berdasarkan rumusan institusional, dan konsep belajar berdasarkan rumusan kualitas. Secara kuantitatif belajar adalah kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Belajar dalam konsep ini dipandang dari sudut beberapa banyak materi dan pengetahuan yang dapat dikuasai oleh seseorang.
Secara institusional belajar dipandang sebagai validasi terhadap penguasaan seseorang atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan bahwa seseorang telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses pembelajaran. Ukurannya adalah semakin baik proses pembelajaran yang dilakukan, maka semakin baik pula mutu belajar seseorang. Kemudian, hasilnya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka dari proses evaluasi dan pengamatan.
Sanjaya (2008:274) menjelaskan bahwa nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, atau tinggi dan rendah, setuju dan tidak setuju, tepat dan tidak tepat, dan sebagainya terhadap suatu hal. Seseorang dapat diberikan nilai atau angka apabila sesuai dengan pandangan dan ketentuan penilaian. Artinya seseorang yang ingin memberikan nilaiharus memiliki pengalaman dan mengerti terhadap ketentuan dalam penilaian. Belajara secara institusional ini tergambar dari proses evaluasi dan pengamatan dalam pembelajaran.
Secara kualitatif, belajar adalah proses pemerolehan arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta menafsirkan dunia di sekeliling seseorang (siswa). Belajar dalam pengertian ini, difokuskan pada tercapainya daya piker dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan yang akan dihadapi sesuai dengan pemahaman dan penafsiran seseorang terhadap masalah tersebut. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, belajar dapat dimaknai sebagai usaha melakukan perubahan pada diri seseorang (siswa) yang tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, wawasan, materi tetapi juga berupa penambahan dan pembentukan kecakapan, keterampilan, pemehaman, penafsiran, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Purwanto (2008:59) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah serangkaian aktivitas individu baik berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat ditandai dengan diperolehnya nilai melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, hasil belajar erat sekali hubungannya dengan aspek kognitif, afektif. Hal ini dapat dapat dinyatakan bahwa hasil belajar bahasa Indonesia adalah suatu nilai kognitif, afektif maupun psikomotor yang diperoleh dari serangkaian aktivitas yang berhubungan dengan pengalaman belajar bahasa Indonesia berdasar evaluasi dan pengamatan yang telah dilakukan.

2.        Penguasaan Kosakata
Keraf (2007:13) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa yaitu: terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Kuantitas keterampilan berbahasa seseorang sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin tinggi kualitas dan kuantitas kosakata yang dimiliki, semakin besar pula kemungkinan siswa terampil berbahasa. Kualitas kosakata adalah nilai penempatan kata dalam sebuah kalimat, sedangkan kuantitas adalah jumlah kosakata yang dikuasai seseorang.
Kosakata menurut Keraf (2007:13) sama dengan leksikon. Leksikon adalah komponen bahasa yang memuat makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Kata dalam bahasa merupakan kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara dan penulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:597) kosakata diartikan sebagai perbendaharaan kata. Sehubungan dengan itu, Soedjito (1990:123) mengatakan kosakata adalah: (1) semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa,(2) kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang pembicara atau penulis, dan (3)  kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, dan (4) daftar kata yang disusun seperti  kamus disertai penjelasan singkat dan praktis.
Shinmura dalam Sudjianto (2004:97) kosakata dapat dikatakan sebagai keseluruhan kata berkenaan dengan suatu bahasa atau bidang tertentu atau yang ada di dalamnya. Kosakata merupakan bagian dari suatu bahasa yang mendasari pemahaman dari bahasa tersebut. Dengan demikian, kosakata merupakan suatu bagian dari suatu bahasa yang mengandung suatu makna tertentu dan dipergunakan untuk membentuk suatu kalimat.
Soedjito dalam Karyani (2009:19) mengungkapkan bahwa kosakata dapat diartikan semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara/penulis, kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dan daftar kata yang disusun seperti kamus yang disertai penjelasan secara singkat dan praktis. Keraf (1995:68) perbendaharaan kata atau kosakata adalah daftar kata-kata yang segera kita ketahui artinya bila mendengar kembali walaupun jarang atau tidak pernah digunakan lagi dalam percakapan atau tulisan sendiri, perbendaharaan kata atau kosakata adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa.
Penguasaan kosakata tentu akan memudahkan seseorang dalam mengemukakan idenya, baik secara lisan maupun secara tulisan dalam kehidupannya. Kosakata dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya apabila pemakai bahasa itu mengenal, mengetahui, dan memahami arti kosakata tersebut. Apabila siswa mengalami kesulitan dalam mencari makna dan penulisan suatu kata maka ia terlebih dahulu berusaha membuka kamus.
Penguasaan kosakata diperoleh melalui pengalaman dan dipelajari di sekolah melalui membaca dan mata pelajaran lainnya. Nurgiyantoro (2001: 213) menyatakan bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan untuk mempergunakan kata-kata. Kemampuan untuk memahami diwujudkan dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan kemampuan mempergunakan diwujudkan dalam kegiatan menulis. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperkaya kosakata siswa, di antaranya adalah: (1) memperkenalkan sinonim dan antonim kata atau frase, (2) memperkenalkan imbuhan, (3) mengira dan mereka-reka makna kata dari konteks, (4) menjelaskan arti sesuatu yang abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah, (5) meningkatkan minat baca siswa, membaca dapat memperkaya kosakata siswa (Usman, 1980:21).
Dale (dalam Tarigan, 1989:23) mengemukakan beberapa teknik yang dapat dilakukan pengembangan kosakata siswa yaitu: (1) ujian sebagai pengajaran, (2) petunjuk konteks, (3) sinonim, antonim, hiponim, (4) asal usul kata, (5) prefiks, (6) sufiks, (7) akar kata, (8) ucapan dan ejaan, (9) sematik, (10) majas, (11) sastra dan perkembangan kosakata, (12) penggunaan kamus, (13) permainan kata. Dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas kosakata siswa, semua teknik tersebut dapat dipergunakan. Agar teknik tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan masalah yang akan dinilai, perlu diseleksi terlebih dulu dan diharapkan dapat mencapai tujuan pengajaran kosakata yaitu untuk memperkaya perbendaharaan kata siswa.
Melihat pemahaman kosakata siswa membutuhkan penilaian. Supaya hasil penilaian tersebut betul-betul menggambarkan apa yang akan dinilai diperlukan metode yang sesuai. Tarigan (1989:36) metode yang dapat dipergunakan dalam pengujian kosakata: (1) menuruh siswa untuk memeriksa kata yang telah diketahui yang berada dalam urutan mudah ke sukar, (2) menggunakan ujian penjodohan terhadap kata, akar kata, prefiks, dan sufiks, (3) siswa disuruh mengklasifikasikan kata-kata di bawah topik tertentu, (4) siswa disuruh menuliskan defenisi kata, (5) siswa diuji dengan nama-nama negara, nama kota dan hasil utama dalam bentuk pilihan ganda, (6) menyajikan kata-kata yang dianalisis siswa menjadi prefiks, akar kata, sufiks dan kata-kata tertentu, (7) menyuruh siswa menentukan makna kata dari petunjuk kata eksternal, (8) menyuruh siswa menentukan makna kata dari petunjuk konteks internal, (9) menyuruh siswa menyempurnakan komparasi analogi, (10) menyuruh siswa memperbaiki ejaan kata-kata yang digaris bawahi. Banyak cara yang dapat digunakan untuk menguji kosakata. Kita boleh memilih salah satu atau beberapa cara tersebut sesuai dengan bagian yang akan diuji.
Nurgiyantoro (2001:196) mengemukakan bahwa kemampuan untuk memahami kosakata merupakan penguasaan reseptif, sedangkan kemampuan mempergunakan kosakata merupakan penguasaan produktif. Penguasaan reseptif terlihat ketika anak mampu melakukan kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan penguasaan produktif terlihat dalam kegiatan berbicara dan menulis.
Keraf (2007:10) yang menyatakan bahwa, “Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya”. Keterampilan mengungkapkan dan menerima ide dengan baik sangat berhubungan dengan kosakata. Kata adalah media komunikasi, berpikir dengan kata, berbicara dengan kata, mendengarkan kata dan menuliskan kata. Proses itu tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa adanya penguasaan yang baik terhadap kosakata. Oleh karena itu, penguasaan kata dalam semua keterampilan berbahasa sangatlah penting. Penguasaan kosakata dalam satu bahasa berhubungan dengan jumlah kata yang harus dikuasai agar seseorang dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan pemilihan kata serta pemakaiannya sesuai dengan konteks komunikasi.
Penguasaan kosakata merupakan hal yang sangat penting dalam menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Semakin banyak kosakata yang dimiliki maka semakin mudahlah ia menjalin komunikasi dengan pihak lain. Hal itu terjadi karena katalah yang menjadi hal utama dalam komunikasi.
Menurut Tampubolon (Rahim, 2005:65) penguasaan kosakata diperlukan saat membaca agar dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik dan efisien. Penguasaan kosakata yang tinggi dan penggunaan yang tepat dalam berbahasa menjadikan informasi yang disampaikan atau diterima tidak efektif dan bahkan dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda. Sementara bahasa itu sendiri sebagai sarana untuk menyampaikan ungkapan, pikiran dan perasaan manusia. Dalam berbahasa pilihan kata merupakan aspek yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidak efektifan bahasa yang digunakan.
Penguasaan kosakata dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu: penguasaan kosakata yang diperoleh dari hasil belajar dan penguasaan kosakata yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Penguasaan kosakata dari hasil belajar merupakan proses penguasaan yang diperoleh dari pengalaman belajar. Sementara penguasaan kosakata dari pengaruh lingkungan berasal dari keluarga, pergaulan dan lain-lain. Penguasaan kosakata tersebut tidak dapat dipisahkan secara tegas, karena perkembangan kosakata yang dimiliki seseorang terus berkembang seumur hidup.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penguasaan kosakata sangat penting bagi seseorang dalam menuangkan ide, gagasan dan pikirannya. Jadi penguasaan kosakata di sini berarti kemampuan siswa dalam memahami kosakata Bahasa Indonesia untuk dapat digunakannya dengan baik. Dari definisi diatas dapat ditentukan indikator yang mengukur penguasaan kosakata tersebut. Dalam penelitian ini penguasaan kosakata ditentukan dengan mempedomani pendapat Djiwandono (2008:127). Dengan demikian, indikator yang digunakan untuk menentukan penguasaan kosakata tersebut,  yaitu: 1) memilih kata yang sesuai dengan makna/ konsep, 2) menentukan kata yang memiliki kesamaan makna/sinonim, dan 3) menentukan kata yang mempunyai pertentangan makna/antonim. Ketiga faktor penguasaan kosakata tersebut, seperti yang tertera dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Indikator Penguasaan Kosakata
No
Indikator
1
2
3
Memilih kata yang sesuai dengan makna/ konsep.
Menentukan kata yang memiliki kesamaan makna/sinonim.
Menentukan kata yang mempunyai pertentangan makna/antonim.
                                                                             (Djiwandono, 2008:127)
3.        Kemampuan Membaca Pemahaman
Membaca merupakan istilah yang mengandung pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang mengira bahwa membaca adalah sekadar menyuarakan lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah kalimat atau kata-kata yang dilisankan itu dipahami atau tidak (Yant Mujiyanto, dkk, 2000:46). Membaca seperti ini tergolong jenis membaca permulaan seperti yang pernah dilakukan di tingkat SD kelas 1 dan 2. Jika berpijak pada pandangan di atas, tentulah banyak timbul anggapan yang keliru bahwa pembelajaran membaca merupakan pelajaran termudah dikuasai tanpa banyak mengalami hambatan dan kesulitan.
Secara cermat membaca tidak hanya sekadar menyuarakan lambang-lambang saja, akan tetapi lebih dari itu. Zuchdi (2007:19) mendefinisikan membaca sebagai penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis. Hal ini berarti membaca bukan hanya menyuarakan simbol-simbol tetapi juga mengambil makna atau berusaha memahami simbol tersebut. Pada saat proses pemberian makna tersebut pembaca tidak begitu saja menerima secara mentah-mentah atau sederhana apa yang dibacanya namun pembaca berusaha untuk menafsirkan makna yang terkandung didalamnya.
Rahim (2007:2) menambahkan aktivitas membaca ini melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Selanjutnya sebagai suatu proses berpikir, proses membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Membaca sebagai proses psikolinguistik, pembaca secara simultan atau terus-menerus menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Membaca sebagai proses metakognitif, ialah pembaca mencoba mengaitkan berbagai hal yang dimiliki untuk memahami pesan yang disampaikan penulis.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan membaca adalah proses pemberian makna pada bahasa tulis dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis yang dimiliki dan juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif untuk mendapatkan penafsiran.
Pemahaman bacaan merupakan komponen penting dalam suatu aktivitas membaca, sebab pada hakikatnya pemahaman atas bacaan dapat meningkatkan keterampilan atau kepentingan membaca itu sendiri maupun untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah ditentukan atau hendak dicapai. Hal ini dapat dimaklumi karena pemahaman merupakan esensi dari kegiatan membaca. Dengan demikian, apabila seseorang setelah melakukan aktivitas membaca dapat mengambil pesan dari bacaan, maka proses tersebut dikatakan berhasil. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang setelah melakukan kegiatan membaca tetapi belum dapat mengambil pesan yang disampaikan oleh penulis, maka proses tersebut belum berhasil.
Slamet (2003:78) mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca yang mana proses merekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan terjadi proses-proses pembentukkan dan pengujian hipotesis. Artinya pada saat membaca seseorang melakukan proses penggalian pesan dari teks. Kemudian dengan berinteraksi dengan makna yang terdapat di dalam teks tersebut, pembaca membuat dan menguji hipotesis. Hasil dari pengujian hipotesis tersebut dapat dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan mengenai pesan yang disampaikan oleh penulis.
Devine dalam Ngadiso (2003:1) memberikan definisi membaca pemahaman adalah proses menggunakan informasi sintaks, semantik, dan retoris yang terdapat dalam teks tertulis yang tersusun dalam pikiran pembaca dengan menggunakan pengetahuan umum yang dimiliki, kemampuan kognitif, dan penalaran. Selanjutnya pembaca merumuskan hipotesis sebagai perwujudan dari pesan yang tersurat dari teks. Definisi Ngadiso tersebut menjelaskan bahwa dalam memahami bacaan, pembaca membangun pengetahuan baru dengan menghubungkan penalaran dan pengetahuan yang telah diketahui. Suyoto (2013:1) berpendapat bahwa membaca pemahaman atau komprehensi ialah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Pemahaman ini berkaitan erat dengan kemampuan mengingat bahan yang dibacanya.
Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta mengingat bahan yang dibacanya.
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan (Rahim, 2007:11). Untuk memahami sebuah bacaan setiap orang mempunyai asumsi dan tujuan membaca yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai, atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa sendiri.
Pendapat Laufer, dkk (1982:v) berkaitan dengan tujuan membaca dapat dideskripsikan yaitu untuk: (1) membedakan materi yang penting dengan materi yang tidak penting, (2) membedakan antara informasi yang relevan dengan informasi yang tidak relevan, (3) mendukung suatu pernyataan maupun menolak pernyataan, (4) mendapatkan ide berdasarkan penjelasan dan contoh, (5) mengenali implikasi, (6) memahami hubungan antarkalimat, (7) menyamakan argumen, dan (8) membuat prediksi.
Apabila dianalisis tujuan membaca Sim, dkk. di atas sejalan dengan pendapat Greane dan Patty sebagaimana dikutip oleh Tarigan (1985:37) bahwa tujuan membaca pemahaman diantaranya: (1) menemukan ide pokok kalimat, paragraf, wacana, (2) memilih butir-butir penting, (3) menentukan organisasi bacaan,(4) menarik kesimpulan, (5) menduga makna dan meramalkan dampak-dampak, (6) merangkum apa yang telah terjadi, (7) membedakan fakta dan pendapat, dan (8) memperoleh informasi dari aneka sarana khusus seperti ensiklopedia, atlas, peta dan sebagainya.
Menurut Rahim (2007:11), tujuan membaca mencakup: (1) kesenangan, (2) menyempurnakan membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, (6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, (7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, dan (8) menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik. Menurut peneliti yang dikemukakan oleh Greanne dan Patty-lah yang paling tepat karena yang paling lengkap dan berhubungan langsung dengan manfaat membaca yang akan diperoleh siswa pada nantinya.
Johnson dan Pearson dalam Zuchdi (2007:23) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi komprehensi membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang ada dalam diri pembaca dan yang ada di luar pembaca. Faktor- faktor yang berada di dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat (seberapa kepedulian pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya), motivasi (seberapa besar kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum mengenai membaca dan sekolah), dan kumpulan kemampuan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca).
Zuchdi (2007:23) menyatakan faktor-faktor di luar pembaca dibedakan menjadi dua kategori, yaitu unsur-unsur bacaan dan lingkungan membaca. Unsur-unsur pada bacaan atau ciri–ciri tekstual meliputi kebahasaan teks yaitu tingkat kesulitan bahan bacaan, dan organisasi teks, adalah jenis pertolongan yang tersedia pada bacaan bisa berupa bab, subbab, grafik atau tabel serta susunan tulisan. Kualitas lingkungan membaca meliputi faktor-faktor: (1) persiapan guru sebelum, pada saat, atau setelah pelajaran membaca guna menolong murid memahami teks, (2) cara murid menanggapi tugas, dan (3) suasana umum penyelesaian tugas (hambatan dan dorongan dalam membaca).
Wainwright (2006:44) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemahaman mencakup:
1)      Kecepatan membaca, kecepatan membaca yang tidak memperhatikan tujuan membaca atau terlampau cepat dalam membaca sehingga mengabaikan isi bacaan secara keseluruhan, bisa memberikan efek merugikan terhadap pemahaman,
2)      Tujuan membaca, tujuan membaca berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Penetapan tujuan yang jelas sering kali bisa menciptakan motivasi dan meningkatkan minat baca, sehingga secara otomatis meningkatkan pemahaman,
3)      Sifat materi bacaan, maksudnya apakah materi yang disediakan menarik dan bahasanya mudah dipahami. Materi bacaan merupakan komponen penting dalam membaca karena materi bacaan merupakan sarana utama,
4)      Tata letak materi bacaan, yakni pengorganisasian bacaan dalam menjabarkan sebuah ide bacaan serta bagan, gambar, atau grafik yang berfungsi menolong pembaca agar lebih mudah memahami bacaan,
5)      Lingkungan tempat membaca, lingkungan tempat membaca tidak diragukan lagi pengaruhnya terhadap pemahaman suatu bacaan. Lingkungan dengan suasana yang tenang tentu akan membuat pembaca lebih mudah memahami bacaan daripada lingkungan yang ramai atau gaduh.
Menurut peneliti semua faktor yang dikemukakan oleh Wainwright di atas saling berhubungan. Jika pembaca selalu memperhatikan kesemua faktor di atas tentunya pembaca akan menjadi seorang pembaca yang baik. Rahim (2007:7) menyatakan pembaca yang baik ialah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Hal ini maksudnya bahwa mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca.
Mujiyanto, (2000:59-60) mengklaim ciri-ciri pembaca yang baik yang lebih komplet dan idealis, yakni: (1) selektif, maksudnya mampu memilih bahan-bahan bacaan yang mempunyai nilai guna bagi pembaca, (2) bisa memahami naskah secara tepat, (3) bersikap kritis dan terbuka, sehingga tidak asal mengiyakan ide-ide naskah dan mampu merespons isi bacaan, (4) punya kepekaan yang baik terhadap nilai-nilai moral dan sosial, sensitif terhadap hal-hal yang tidak etis dan tidak benar serta korektif sehingga bisa membetulkan yang salah dan janggal, (5) punya semangat membaca yang tinggi dan tidak pembosan, dan (6) punya kreativitas dan mengolahkembangkan apa-apa yang dibacanya dalam ekspresi lisan dan tulis.
Selain adanya faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas, membaca perlu dilengkapi pula dengan syarat kecepatan dan ketepatan. Apalah artinya sebuah penangkapan dan pemahaman isi tanpa disertai kecepatan dan ketepatan, karena kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi (Zuchdi, 2007:24). Jadi pembaca melakukan aktivitas membaca yang relatif singkat tetapi dengan pemahaman yang tinggi. Supaya ketentuan itu dipenuhi, pembaca tentu saja harus memiliki referensi yang luas, penerapan metode membaca yang tepat, dan minat membaca yang tinggi.
Berdasarkan kajian teori diatas maka disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta mengingat bahan yang dibacanya. Untuk mengukur keterampilan membaca pemahaman dalam penelitian ini, digunakan dua indikator. Kedua indikator yang dimaksud adalah pemahaman ide pokok paragraf dan penyempurnaan paragraf dengan kata yang dilesapkan (uji rumpang). Untuk lebih jelasnya mengenai indikator keterampilan membaca pemahaman tersebut dapat dilhat pada tabel 2.
Tabel 2. Indikator Keterampilan Membaca Pemahaman
No
Indikator
1
2
Menentukan ide pokok paragraf
Menyempunakan paragraf dengan kata yang telah dilesapkan (uji rumpang)
(Djiwandono, 2008:116)
Keterpahaman bacaan melalui teknik uji rumpang ditentukan dengan metode eksak. Hal itu mengacu pada pendapat Muchlisoh (1992:192) yang menyatakan bahwa metode eksak digunakan jika teknik uji rumpang berfungsi sebagai alat ukur. Sebaliknya jika teknik uji rumpang berfungsi sebagai alat pembelajaran, keterpahaman bacaan dapat diukur melalui kelayakan konteks.

A.      Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan ketiga variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Penelitian Noverilan (2012) mengenai “Kontribusi Kemampuan Membaca Pemahaman dan Motivasi Belajar Terhadap Keterampilan Menulis Argumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri Padang”. Ternyata kemampuan membaca pemahaman dan motivasi belajar memberikan kontribusi terhadap kemampuan menulis argumentasi secara signifikan.
2.    Noldy Pelenkahu (2006). Hubungan antara Pengetahuan Awal dan Penguasaan Kosakata terhadap Keterampilan Membaca Pemahaman Mahasiswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembaca mula-mula memakai pengetahuan awalnya untuk memahami wacana yang dibacanya, kemudian apabila masih mempunyai kesulitan, kosakata diartikan untuk memahami bacaan tersebut.
3.    Arizon (2008) berjudul “Kontribusi Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dan Penguasaan Makna Kata Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA N 1 AKABILURU” Penelitian ini menunjukkan bahwa penguasaan makna kata mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
4.    Cut Purnama Sari (2013) berjudul “Kontribusi Penguasaan Kosakata dan Pengetahuan Paragraf terhadap Keterampilan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA N 1 Lembah Gumanti” . Penelitian ini menunjukkan bahwa penguasaan kosakata dan pengetahuan paragraf memberikan peranan penting dalam menentukan tingkat keterampilan menulis deskripsi disamping faktor lainnya.
5.    Endarwati (2013) berjudul “Hubungan Antara Minat Membaca dan Penguasaan Kosakata dengan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VI SD Negeri Se Gugus Diponegoro Batuwarno Wonogiri”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Ada hubungan positif yang signifikan antara minat membaca dan penguasaan kosakata secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara pada siswa.

Penelitian-penelitian di atas hampir sejalan dengan penelitian yang  peneliti lakukan, sama-sama mengukur variabel-variabel bebas, yaitu pengguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap variabel terikat. Di sini peneliti lebih memfokuskan penelitian pada kontribusi pengguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi.

B.       Kerangka Konseptual
Berikut ini dikemukakan kerangka konseptual mengenai hubungan ketiga variabel penelitian ini, yaitu kontribusi antara pengguasaan kosakata terhadap hasil belajar siswa, kontribusi antara kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar siswa, dan kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar siswa.

1.        Kontribusi Penguasaan Kosakata Terhadap Hasil Belajar Siswa.
Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Intelegensi dapat dilihat dari beberapa kemmapuan, salah satunya adalah kemampuan penguasaan kosakata. Seperti dikemukakan Slameto (1995:56) bahwa faktor intelegensi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Intelegensi salah satu aspeknya dapat dilihat dari kecakapan yang memiliki. Kecakapan itu di antaranya anak bisa menggunakan konsep-konsep bahasa dengan baik dan efektif. Penguasaan kosakata termasuk penggunaan konsep bahasa. Tanpa penguasaan kosakata, siswa akan mengalami kesulitan dalam menghadapi pelajaran.
Kuantitas dan kualitas serta tingkat kedalaman kosakata siswa merupakan hal yang terbaik bagi perkembangan mentalnya. Mempelajari sebuah kata baru dengan sendirinya membawa efek dan pengaruh yang luas dalam kehidupan. Bila seorang guru bahasa mengatur serta melengkapi suatu program pengembangan kosakata dengan sistematis, maka pada prinsipnya dia telah mengubah kehidupan siswa. Seorang guru harus menyadari betul bahwa pertumbuhan kosakata bukan hanya sekedar kulit atau bagian luar saja, tetapi juga merupakan pusat atau inti dari kehidupan. Pertumbuhan kosakata dapat memenuhi serta membimbing siswa kearah pengalaman yang lebih luas yang pada hakikatnya menurunkan pengalaman yang lebih banyak.
Pengetahuan tentang kosakata merupakan salah satu kecakapan penggunaan bahasa. Kosakata merupakan faktor penentu untuk memenuhi suatu informasi yang di dengar dan dibaca seseorang. Penguasaan kosakata termasuk faktor yang penting dalam peningkatan kemampuan siswa.

2.        Kontribusi Pemahaman Wacana terhadap Hasil Belajar Siswa.
Kemampuan membaca dalam memahami sebuah bacaan sangat diperlukan. Kalau siswa tidak mampu memahami bacaan yang dibaca dan didengarnya, ia tidak akan mampu dan berhasil dalam proses belajar. Kemampuan memahami terhadap bacaan merupakan salah satu faktor keberhasilan. Siswa yang bisa memahami wacana dengan baik dan sukses dan berhasil dalam belajar.
Kemampuan pemahaman yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam membaca. Siswa yang dapat memahami sebuah bacaan akan menemukan wujud skematis yang bisa memberikan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. pemahaman yang efesien dapat dilakukan siswa jika siswa mampu mengaitkan teks bacaan dengan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga kemampuan membaca pemahaman akan meningkatkan hasil belajar siswa.

3.        Kontribusi Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Membaca Pemahaman Secara Bersama-sama terhadap Hasil Belajar Siswa.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran peserta didik. Penguasan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman merupakan dua faktor yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Antara penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar tidak dapat dipisahkan.
Menimba ilmu pengetahuan, peserta didik dituntut membaca dan mendengar wacana yang diberikan guru karena dengan memahami bacaan ia akan dapat banyak pengetahuan. Siswa harus banyak menguasai kosakata karena informasi yang diterima dan dibacanya terdiri dari kesatuan kata yang mempunyai makna. Prestasi belajar merupakan kegiatan yang didapat siswa belajar di sekolah maupun di rumah. Dengan penguasaan kosakata dan kemampuan memahami terhadap bacaan, siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik. Kemampuan pemahaman terhadap bacaan dan penguasaan kosakata merupakan kunci utama dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
Adapun hubungan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:
Penguasaan
Kosakata
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Kemampuan Membaca Pemahaman
Kemampuan Membaca Pemahaman
 







Gambar 1. Kerangka Konseptual
C.      Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual dan penelitian yang relevan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Terdapat kontribusi penguasaan kosakata terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi
2.    Terdapat kontribusi kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi
3.    Terdapat kontribusi penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa SMA swasta Bukittinggi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.   Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini dideskripsikan kontribusi penguasaan kosakata terhadap hasil belajar, dan kontribusi penguasaan kosakata dan pemahaman wacana secara bersama-sama terhadap hasil belajar.
B.       Populasi dan Sampel
1.      Populasi
SMA swasta Bukittinggi berjumlah lima sekolah, yaitu SMA PSM, SMA Pembangunan, SMA Karya Bhakti, SMA Muhammadiyah, SMA Xaverius. Dari lima SMA Swasta tersebut empat sekolah memakai kurikulum yang sama, yaitu SMA PSM, SMA Pembangunan, SMA Karya Bakhti dan SMA Muhammadiyah, itulah sekolah yang dijadikan populasi penelitian. Dari keempat sekolah tersebut kelas XI yang dijadikan responden penelitian, karena kelas XI adalah siswa tingkat pertengahan pada jenjang pendidikan di SMA. Siswa kelas XII tidak dijadikan populasi karena siswa kelas XII telah dibagi perjurusan sehingga kosakata yang dikuasainya sudah disesuaikan dengan jurusan yang dimilikinya. Di samping itu, siswa kelas XII akan mengikuti ujian tahap akhir.
35
 Populasi yang dijadikan dalam penelitian ini, yaitu SMA PSM, SMA Pembangunan, SMA Karya Bhakti, SMA Muhammadiyah sedangkan, SMA Xaverius tidak dijadikan populasi penelitian karena SMA Xaverius kelas XI telah dibagi perjurusan. Populasi penelitian adalah SMA swasta Bukittinggi yang masih berpedoman kepada kurikulum KTSP. SMA PSM kelas XI berjumlah 3 kelas, SMA Pembangunan kelas XI berjumlah 5 kelas, SMA Karya Bhakti kelas XI berjumlah 2, SMA Muhammadiyah kelas XI berjumlah 3 kelas, keempat sekolah tersebut dijadikan populasi. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 3. Populasi Kelas XI Pada SMA Swasta Bukittinggi
Sekolah Swasta
Kelas
Jumlah


SMA PSM
XI. 1
30

XI. 2
29

XI. 3
32

SMA Pembangunan
XI. 1
30

XI. 2
32

XI. 3
32

XI. 4
34

XI. 5
34

SMA Karya Bhakti
XI. 1
29

XI. 2
32

SMA Muhammadiyah
XI. 1
30

XI. 2
32

XI. 3
32

JUMLAH
408

Sumber: Dinas Pendidikan Kotamadya Bukittinggi (2013)
2.      Sampel
Mengingat jumlah populasi cukup banyak, diperlukan untuk menarik sampel. Menurut Arikunto (2006: 134) bila populasi lebih dari seratus sebaiknya diambil sampel. Besarnya sampel antara 10% - 25%. Dalam penelitian ini besarnya sampel yang peneliti ambil sebanyak 20% dari populasi (82 orang).
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Jumlah dan penjabaran sampel dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Sebaran Sampel Penelitian
Sekolah Swasta
Kelas
Jumlah


SMA PSM
XI. 1
6

XI. 2
5

XI. 3
7

SMA Pembangunan
XI. 1
5

XI. 2
7

XI. 3
6

XI. 4
7

XI. 5
7

SMA Karya Bhakti
XI. 1
6

XI. 2
7

SMA Muhammadiyah
XI. 1
6

XI. 2
7

XI. 3
6

JUMLAH
82


C.      Definisi operasional
Sebelum dijelaskan alat ukur variabel penelitian, berikut ini diberikan definisi operasional masing-masing variabel. Definisi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Penguasan kosakata merupakan komponen bahasa yang memuat makna kata dan pemakaiannya dalam kalimat.
2.      Kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan seseorang dalam merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca dengan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian serta mengingat bahan yang dibacanya.
3.      Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang dinyatakan dengan angka atau skor dari tes hasil belajar.

D.  Variabel dan Data Penelitian
            Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu (1) variabel bebas, penguasaan kosakata (X1) yang diukur dengan menggunakan tes objektif dan kemampuan membaca pemahaman (X2) yang diukur dengan menggunakan tes objektif, (2) variabel terikat hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA swasta Bukitinggi. Data penelitian adalah (1) skor yang diperoleh dari penguasaan kosakata yang berjumlah 98 soal, (2) skor yang diperoleh dari kemampuan membaca pemahaman yang berjumlah 103 soal, (3) hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas XI.

E.  Pengembangan Instrumen
1.      Jenis dan prosedur penyusunan instrumen
Dalam penelitian ini dikumpulkan tiga jenis data yaitu: 1) data penguasaan kosakata, 2) data membaca pemahaman, 3) data hasil belajar. Setiap data merupakan instrumen tersendiri, data penguasaan kosakata dikumpulkan melalui tes berbentuk objektif. Data membaca pemahaman dikumpulkan melalui tes berbentuk unjuk kerja. Data hasil belajar dikumpulkan melalui ujian tengah semester siswa. Berikut ini dijelaskan masing-masing intrumen penelitian.

a.       Tes Penguasaan Kosakata
Tes objektif digunakan untuk mengukur penguasaan kosakata. Dalam tes ini diukur pengetahuan dan penguasaan siswa terhadap teknik pemahaman sebuah kosakata. Tes yang diberikan berdasarkan standar kompetensi dan kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa, berkaitan dengan teknik pemahaman kosakata seperti yang terdapat dalam kurikulum standar pendidikan SMA/MA.
Penyusunan intrumen lembaran tes dilakukan dengan langkah-langkah berikut: pertama, pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator yang telah diturunkan dari teori yang digunakan. Kedua, penyusunan butir soal sesuai dengan indikator serta menyusun butir soal dari segi aspek yang diukur. Ketiga, melakukan analisis rasional untuk melihat kesesuaian butir soal dengan indikator serta menyusun butir soal dari segi aspek yang diukur. Keempat, berkonsultasi dengan pembimbing untuk memperoleh kesahihan butir soal dengan kontruk. Kisi-kisi tes penguasaan kosakata dapat dilihat dalam tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kisi-kisi soal penguasaan kosakata
No
Indikator
Nomor item
Jumlah
1
Memilih kata yang tepat sesuai dengan makna yang diberikan konsep
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22
22
2
Menentukan makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim)
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 36,
36
3
Menentukan kata yang memiliki pertentangan makna (antonim)
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39, 37, 38, 39, 40
40
   (Djiwandono, 2008:127)
Lembaran tes tersebut sebelumnya diuji cobakan hal ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan rehabiltas intem yang ada pada tes. Uji coba dilakukan pada siswa yang tidak termasuk kedalam sampel penelitian.

b.         Tes Membaca Pemahaman
Data tentang variabel kemampuan membaca pemahaman dikumpulkan dengan menyusun tes kemampuan membaca pemahaman dengan berpedoman pada indikator-indikator variabel . indikator variabel kemampuan membaca pemahaman meliputi kemampuan menentukan ide pokok dan kemampuan melengkapi paragraf dengan kata yang tepat.
Selanjutnya dari indikator tersebut disusun kisi-kisi intrumen untuk dikembangkan. Berikut disajikan kisi-kisi tes kemampuan membaca pemahaman yang akan disusun dalam bentuk tes.
Tabel 6. Kisi-kisi Kemampuan Membaca Pemahaman
No
Indikator
Nomor item
Jumlah
1
Menentukan ide pokok paragraf
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23
23
2
Melengkapi paragraf dengan kata yang tepat
Paragraf 1
8
Paragraf 2
14
Paragraf 3
16
Paragraf 4
14
Paragraf 5
12
Paragraf 6
16
   (Djiwandono, 2008:116)
Lembaran tes tersebut sebelumnya diuji cobakan hal ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan rehabiltas intem yang ada pada tes. Uji coba dilakukan pada siswa yang tidak termasuk kedalam sampel penelitian.

2.      Skala Pengukuran
Tes yang mengukur penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman siswa diberikan dalam bentuk tes pilihan ganda. Tes bentuk pilihan ganda dijawab oleh siswa dengan menyilangi salah satu huruf pilihan jawaban yang disediakan pada tempat yang sesuai pada lembaran jawaban.
Setelah dilaksanakan tes dilanjutkan pemeriksaan hasil perkerjaan siswa tersebut yang hasilnya berupa skor. Skor adalah hasil perkerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa (Arikunto, 2007:239).

3.      Penentuan Indikator
Berdasarkan kajian teori yang telah dibahas pada Bab II sebelumnya, maka indikator masing-masing variabel dapat ditetapkan sebagai berikut:
a.         Penguasaan Kosakata
Indikator yang ditetapkan untuk mengukur penguasaan kosakata siswa yaitu: 1) kemampuan melangkapi kalimat dengan kata-kata yang tepat, 2) kemampuan memilih kata, frase, ungkpan, dan pribahasa yang bersinonim, 3) kemampuan memilih kata, frase ungkapan, dan pribahasa yang berantonim.

b.         Kemampuan Membaca Pemahaman
Indikator yang akan mengukur kemampuan membaca pemahaman siswa, ditetapkan sebagai berikut: 1) kemampuan menemukan ide pokok kalimat, paragraf,  dan wacana, dan 2) menyempunakan paragraf dengan kata yang telah dilesapkan (uji rumpang)

4.      Penyusunan Instrumen
Instrumen penelitian dibuat berbentuk tes objektif yang jumlahnya tergantung pada keterjangkauan aspek yang akan dilihat, untuk memperoleh instrumen yang sahih dan handal maka penyusunan instrumen tersebut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator berpedoman kepada kurikulum yang dipakai di SMA serta melihat buku pegangan guru, (b) menyusun pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat dengan mempetimbangan latar belakang pengetahuan responden tentang isi tes, (c) melakukan konsultsai dengan para ahli agar diperoleh kesahihan butir soal yang memenuhi validitas isi dan soal diuji cobakan terlebih dulu sebelum dijadikan instrumen penelitian.

5.      Uji Coba Instrumen
Sebelum kedua tes dijadikan sebagai unstrumen penelitian terlebih dulu uji coba. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: (1) menentukan sampel uji coba, (2) pelaksanaan uji coba, (3) analisis hasil uji coba.

a.       Sampel Uji Coba
Sampel uji coba diambil dari populasi penelitian yang tidak terpilih menjadi sampel penelitian. Siswa yang berasal dari kelas paralel dengan responden penelitian. Responden untuk uji coba berjumlah 30 orang di luar sampel penelitian yaitu kelas XI SMA PSM Bukittinggi. Instrumen yang diuji cobakan untuk penguasaan kosakata berjumlah 98 buah tes yang berbentuk objektif dan untuk kemampuan membaca pemahaman berjumlah 103 buah tes jumlah berbentuk objektif.

b.      Pelaksanaan Uji Coba
Uji coba instrumen dilaksanakan di SMA PSM Bukittinggi. Caranya dengan memberikan tes kepada siswa kelas XI yang terpilih sebagai responden uji coba.

c.       Analisis Instrumen Uji Coba
Analisis terhadap instrumen dilakukan untuk mengetahui dan memilih butir-butir pertanyaan yang sahih dan handal. Setelah diperoleh butir-butir soal atau pertanyaan tersebut, maka haruslah bisa dijadikan sebagai instrumen penelitian.
Uji kesahihan instrumen dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepan instrumen yang digunakan. Kesahihan instrumen diperoleh melalui validitas isi, validitas konstruk dan validitas butir soal. Validitas isi digunakan untuk menentukan sejauh mana instrumen telah mengambarkan isi yang diinginkan. Validitas konstruk digunakan untuk menentukan seberapa jauh instrumen telah mengukur konstruk yang diteliti. Validitas konstruk dapat ditentukan melalui uji coba yang telah dilakukan terhadap siswa dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Validitas butir soal diukur dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment (Suharsimi Arikunto, 2005:66) sebagai berikut:
                
Dimana,
      = koefisien korelasi
N        =  jumlah responden
X        =   skor setiap butir
Y        =   jumlah skor seluruh butir
Untuk mengetahui reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach
dengan rumus sebagai berikut.
r11 =
Di mana:
     r11        = Koefisien reliabel instrumen
      K         =  Banyak butir pernyataan
       b2  = Jumlah varians butir
      r2       =  Varians butir
Hasil analisis ujicoba instrumen tes penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman diuji dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17. Dari hasil analisis uji coba instrumen tes didapatkan hasil pada variabel penguasaan kosakata pada indikator 1 memilih kata yang tepat sesuai dengan makna yang diberikan konsep, dari 22 butir soal, gugur 5 butir soal, dan valid 17 butir. Pada indikator 2 menentukan makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim), dari 36 butir soal, gugur 13 butir soal dan valid 23 butir. Pada indikator 3 menentukan kata yang memiliki pertentangan makna (antonim), dari 40 butir soal, gugur 14 butir dan valid 36 butir.
Selanjutnya pada variabel kemampuan membaca pemahaman, pada indikator 1 menentukan ide pokok, dari 23 butir soal, gugur 5 butir soal dan valid 18 butir. Sedangkan pada indikator 2 melengkapi paragraf dengan kata yang tepat, dari  6 paragraf dipilih 3 paragraf soal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dari hasil uji reliabilitas pada variabel penguasaan kosakata, indikator 1 tentang memilih kata yang tepat sesuai denga makna yang diberikan konsep terhadap 17 butir yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,809. Pada indikator 2 tentang menentukan makna kata yang memiliki kesamaan makna (sinonim) terhadap 23 butir soal yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,745. Sedangkan pada indikator 3 tentang menentukan kata yang memiliki pertentangan makna (antonim) terhadap 36 butir yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,877. Selanjutnya pada variabel kemampuan membaca pemahaman, pada indikator 1 tentang menentukan ide pokok paragraf terhadap 18 butir soal yang valid diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,822. Kemudian pada indikator 2 melengkapi paragraf terhadap 3  paragraf yang dipilih diperoleh koefisien realibilitas sebesar 0,935. Dari kriteria reliabilitas maka soal ujicoba termasuk kriteria tinggi karena terletak antara 0,60 - 0,80. (Selengkapnya uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4).

6.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengambilan data, peneliti menerima responden secara langsung. Siswa yang dijadikan sampel dipanggil memasuki ruangan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sebelum diberikan instrumen penelitian, terlebih dulu dijelaskan apa tujuan dan bagaimana cara mengerjakan soal tersebut. Setelah itu, responden diberikan instrumen penelitian yang berupa tes dan mereka diminta menjawab pertanyaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Datanya berupa skor yang diperoleh dari hasil jawaban siswa yang dijadikan sampel penelitian. Data ini untuk mengetahui kemampuan penguasaan kosakata dan kemampuan membaca pemahaman siswa. Hasil belajar siswa yang merupakan variabel terikat diperoleh dari nilai Ujian Tengah Semester Bahasa Indonesia SMA swasta kota Bukitinggi.

F.       Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik regresi dan korelasi. Analisis dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17.0. Berikut langkah-langkah analisis tersebut:

1.      Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui kecenderungan distribusi frekuensi variabel dan menentukan tingkat ketercapaian responden pada masing-masing variabel.  Tingkat pencapaian responden pada masing-masing variabel akan diketahui melalui rumus:
Tingkat Pencapaian Skor =
Tingkat ketercapaian masing-masing variabel berguna untuk menggambarkan pencapaian responden secara kualitatif pada masing-masing variabel. Adapun kriteria yang akan digunakan untuk melihat tingkat pencapaian responden digunakan klasifikasi Sudjana (2006).
Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Capaian
Rentang Persentase
Kategori
90-100 %
Sangat baik
80-89 %
Baik
65-79 %
Cukup
55-64 %
Kurang baik
0-54 %
Tidak baik

2.      Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum data dianalisis perlu terlebih dulu diadakan pengujian persayaratan analisis agar langkah-langkah selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan (Sudjana, 1992:291). Pengujian persyaratan analisis adalah:
a.       Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas merupakan salah satu persyaratan yang harus dilakukan sebelum menggunakan teknik korelasi. pengujian normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel di ambil dari populasi yang berinteraksi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan teknik uji Lilliefors.

b.      Pengujian Homogenitas
Pengujian homogenitas untuk mengetahui apakah variansi-variansi bersifat homogen. Pengujian homogenitas menggunakan teknik Levene Statistic.


c.       Pengujian Linearitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing data variabel bebas cendrung membentuk garis linier dengan data variabel terikat dengan menggunakan uji F.

d.      Uji independensi antar variabel bebas
Uji independensi antara variabel bebas bertujuan untuk melihat apakah terdapat korelasi antar variabel bebas.  Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel bebas benar-benar independen. Uji ini menggunakan korelasi Product Moment.
Analisis data menggunakan Program SPSS 17. Pertimbangan peneliti menggunakan program ini agar hasil perhitungan dapat dipertanggungjawabkan.

3.      Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi dibantu program SPSS for Windows versi 17.0. Teknik yang digunakan dalam melaksanakan pengujian hipotesis adalah:
a.      Untuk menguji hipotesis 1 dan 2 digunakan teknik korelasi dan regresi sederhana.
b.     Untuk menguji hipotesis 3, digunakan teknik korelasi dan regresi ganda.
c.      Untuk mengetahui korelasi salah satu variabel bebas (X1 dan X2) dengan variabel terikat (Y) dengan mengontrol variabel bebas lainnya (X1 dan X2), dan untuk mengetahui korelasi efektif secara murni dari sebuah variabel bebas (X1 dan X2), maka digunakan teknik korelasi parsial.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar